Abaikan Audit BPK, KPK Ciptakan Preseden Buruk Tatanan Hukum

Kesimpulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut tidak adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menuai kecaman. Salah satunya dari penggagas Undang-Undang KPK Prof. Romli Atmasasmita.  Guru besar ilmu hukum pidana Universitas Padjajaran itu mengatakan, kalau KPK kemudian menyatakan pengadaan senilai Rp 800 miliar itu tidak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, bagaimana dengan kasus lain seperti halnya perkara Suryadharma Ali (SDA), Jero Wacik dan Miranda Goeltom? Sebab, dalam penanganan kasus-kasus tersebut lembaga antirasuah berpedoman terhadap hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang selanjutnya dipakai KPK untuk menetapkan mereka menjadi tersangka.

SujaNEWS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memicu preseden buruk tatanan hukum setelah mengabaikan audit BPK dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Warasa (RSSW), Jakarta Barat. Sikap abai itu juga mengherankan karena dalam kasus lain, KPK selalu menggunakan audit BPK.

Pakar Hukum Pidana Universitas Tarumanegara, Hery Firmansyah menilai sikap mengabaikan audit BPK sulit untuk dipahami. Pasalnya, saat melakukan penyelidikan kasus korupsi lain KPK  selalu menggunakan hasil audit  BPK. Namun,  saat melakukan penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras hasil audit BPK malah diabaikan.  Padahal, jelas ada indikasi kerugian negara.

“Kasus Andi Mallarangeng, Jero Wacik, laporan BPK menjadi salah satu pisau analisis KPK untuk dapat menyelamatkan keuangan negara,” ujar Hery dalam diskusi  “Mencari Sumber Yang Waras”, di Jakarta, Sabtu (18/6/2016).

Menurutnya, hasil audit BPK merupakan pintu masuk untun menyidik kasus tindak pidana korupsi. Sementara itu, dengan KPK mengabaikan audit BPK dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras akan menjadi preseden buruk dalam tatanan hukum.

“Audit BPK saya membacanya sebagai guidance, pintu masuk awal. Kita nggak mungkin masuk lewat pintu belakang. Dalam pidana, kita inginkan penyidikan harus benar dari awal. Proses ini harus dijaga marwahnya dari awal. Enggak baik kalau di depannya sudah abai,” ungkapnya.

“Sangat mungkin secara tidak langsung menimbulkan keributan di publik, mana yang benar, kepastian hukumnya dimana,” tambah Hery. (plt)