Ahok Vs BPK, Bagaimana Standar Audit Laporan Keuangan?

Ahok Vs BPK, Bagaimana Standar Audit Laporan Keuangan?
SujaNEWS.com —  Badan Pemeriksa Keuangan menjawab komentar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mempertanyakan standar audit laporan keuangan. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan menjelaskan tidak pilih kasih dalam menerapkan standar audit laporan keuangan terhadap suatu instansi.

”Dalam memeriksa tidak bisa dibandingkan dengan pemerintah daerah yang lain,” kata Yudi di kantornya di Pejompongan, Jakarta, Rabu, 8 Juli 2015. Menurut dia, perbedaan yang ada hanya karakteristik dan lingkungan. “Standarnya sama.”

Ahok sebelumnya tak terima Badan Pemeriksa Keuangan memberikan predikat wajar dengan pengecualian dalam laporan keuangan 2014. Salah satu hasil pemeriksaan yang dinilai aneh ialah pembelian lahan untuk Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat yang disebut kemahalan, yakni Rp 191 miliar.

Padahal pemerintah DKI sudah membeli dengan harga yang murah atau sesuai nilai jual obyek pajak. Sedangkan BPK menghendaki pembelian lahan itu dengan model taksiran harga (appraisal). Prosedur pembelian itu yang dianggap sebagai temuan oleh BPK. Yang membuat Ahok marah ialah temuan itu disampaikan saat dia memimpin DKI. Padahal program pembelian lahan seluas 3 hektare itu sudah dimulai ketika Fauzi Bowo menjadi Gubernur DKI pada 2007-2012.

Ahok juga mengeluhkan standar BPK dalam menerapkan proses audit anggaran. Banyak daerah dengan pengelolaan anggaran tidak transparan tapi memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian. “Daerah yang dapat predikat WTP itu banyak bupati dan gubernurnya masuk penjara,” ujar Ahok.

Menanggapi komentar Ahok ini, Yudi menjelaskan bahwa pemeriksaan keuangan BPK tidak dirancang untuk mengungkap kecurangan. BPK, menurut dia, hanya menilai dari kewajaran laporan keuangan. “Bagaimana dia mencatat, membukukan, dan melaporkan transaksi keuangan sesuai standar,” tutur Yudi.

Konflik antara Ahok dan BPK ini bermula ketika BPK mengungkap 70 temuan dalam laporan keuangan DKI yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD, Senin, 6 Juli 2015. Temuan itu bernilai Rp 2,16 triliun, terdiri atas program yang berindikasi kerugian daerah senilai Rp 442 miliar dan berpotensi merugikan daerah sebanyak Rp 1,71 triliun. Lalu kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 3,23 miliar, belanja administrasi sebanyak Rp 469 juta, dan pemborosan senilai Rp 3,04 miliar.