SujaNEWS.com — Lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman adalah lagu kebangsaan negara Republik Indonesia. Lagu yang pertama kali diperkenalkan untuk umum dalam Kongres Pemuda tahun 1928 ini mempunyai daya gugah yang luar biasa dalam membangkitkan rasa cinta tanah air. Siapa saja rakyat Indonesia akan bangkit rasa nasionalismenya jika mendengar atau menyanyikan lagu ini. Pada titik tertentu, menyanyikan atau mendengar lagu Indonesia Raya bisa membikin orang terharu dan mengeluarkan air mata, bukan karena sedih tapi karena batinnya tergugah dan dipenuhi rasa cinta tanah air. Itulah daya sakral dari lagu Indonesia Raya yang di masa orde baru dulu termasuk ke dalam alat pemersatu bangsa. Keberadaan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan kemudian dikukuhkan dalam Pasal 36B UUD Republik Indonesia. Namun ternyata ada fakta-fakta menarik yang baru saya ketahui setelah membaca Majalah Detik nomor 90 edisi khusus HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-68, 17 Agustus 2013. Di bawah ini ringkasannya dalam bahasa saya.
Lagu Indonesia Raya Lagu Jiplakan?
Yang pertama adalah fakta bahwa ada dugaan lagu Indonesia Raya merupakan plagiasi dari sebuah lagu Belanda berjudul “Pinda Pinda Lekka Lekka”. Bahkan lagu Indonesia Raya ini juga sangat mirip dengan lagu berjudul “Boola Boola” dari Amerika Serikat. Orang yang mengemukakan teori kemiripan ini adalah komponis Amir Pasaribu (orang yang membikin partitur piano lagu Indonesia Raya) yang kemudian didukung pula oleh budayawan Remy Sylado.
Remy mengatakan, ada kemungkinan Supratman membikin lagu dengan melodi yang mirip dengan lagu Pinda Pinda karena Supratman terbiasa mendengar lagu-lagu tersebut ketika ia berada di lingkungan tangsi Belanda. Fakta sejarah mengatakan bahwa Supratman pernah tinggal di tangsi Belanda karena ayahnya adalah seorang prajurit KNIL (tentara Hindia Belanda). Selain itu, kemungkinan lainnya Supratman mendengar lagu itu ketika ia bekerja sebagai anggota kelompok musik penghibur di pesta-pesta orang Belanda. Lagu Pinda Pinda Lekka Lekka sendiri kata Remy adalah lagu yang liriknya berisi hinaan orang Belanda kepada pribumi Indonesia, karena bercerita soal orang Indonesia yang datang ke Belanda dan sangat suka sekali makan kacang goreng (pinda). Tabiat ini menurut Belanda adalah primitif dan itu lalu dijadikan bahan untuk mengolok-olok pribumi dengan lirik lagu Pinda Pinda Lekka Lekka itu. Faktanya, rekaman tertua lagu Indonesia Raya yang dibuat tahun 1926 memang sangat mirip dengan lagu Pinda-Pinda Lekka Lekka. Remy mengatakan bahwa Supratman memang bukan komponis profesional yang bisa merangkai nada, tapi ia hanya bisa menulis lirik.
Kendati kuat sekali dugaan bahwa lagu Indonesia Raya punya kemiripan dengan lagu lain, Remy memaklumi hal itu. Menurut dia Supratman hanya “mendapat pengaruh” dari lagu-lagu yang pernah ia dengar sepanjang hidupnya (lagu ciptaan Supratman yang lain, Ibu Kita Kartini, juga sangat mirip sekali dengan lagu O Ina Ni Keke dari Sulawesi Utara). Supratman disini bukan menjiplak atau memplagiasi, hanya terpengaruh saja. Remy juga mengemukakan alasan mengapa kemiripan ini lantas dapat dibenarkan. Pada masa Supratman, berapalah banyaknya pribumi Indonesia yang bisa main musik. Karena itu apa yang dibikin Supratman tentu harus dihormati sebagai suatu hal yang berharga bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Yang terpenting pada masa itu sebenarnya bukan perdebatan apakah lagu itu orisinil ataukah ada “terpengaruh” lagu lain, melainkan apakah lagu tersebut mampu membangkitkan jiwa nasionalisme kaum pergerakan dan juga rakyat Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Peran Besar Soekarno dan PNI dalam mempopulerkan Indonesia Raya
Fakta lainnya adalah bahwa lagu Indonesia Raya memang diciptakan oleh WR Supratman, namun patut diduga bahwa yang mempopulerkannya adalah Soekarno beserta partainya (Partai Nasional Indonesia/PNI). Soekarno sebagai petinggi PNI ketika itu memerintahkan agar lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada setiap rapat-rapat partai dan ketika dinyanyikan maka peserta rapat musti berdiri tegak. Tak dipungkiri, karena sering dinyanyikan oleh massa PNI yang jumlahnya sangat besar kala itu, maka lagu Indonesia Raya pun makin terdongkrak popularitasnya sebagai lagu pergerakan dalam menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Soekarno pula yang berperan besar menjadikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia. Pada tahun 1944, Soekarno membentuk Panitia Lagu Kebangsaan yang berisi 13 orang termasuk seniman dan tokoh pergerakan. Panitia itu dipimpin sendiri oleh Soekarno dan membahas mengenai lagu yang akan dijadikan lagu kebangsaan Indonesia (saya rasa ini adalah bagian dari rapat BPUPK dalam menyusun dasar-dasar negara Indonesia). Waktu itu ada usulan agar lagu “Indonesia Subur” karya Muhammad Syafei yang akan dijadikan lagu kebangsaan. Namun panitia akhirnya memutuskan lagu Indonesia Raya-lah lagu kebangsaan Indonesia, dengan beberapa modifikasi lirik.
Lagu Indonesia Raya yang dimaksud ketika itu adalah yang versi cepat/mars, yaitu versi yang dibikin Supratman guna memenuhi keinginan banyak kaum pergerakan yang ingin agar lagu kebangsaan tersebut bertempo cepat, sesuai dengan nuansa pergerakan. Aslinya sebenarnya WR Supratman membikin lagu Indonesia Raya adalah dalam versi yang tak terlalu cepat, seperti tempo lagu kebangsaan Belanda “Wilhelminus”. Adanya desakan dari kaum pergerakan membuat Supratman mengubah tempo Indonesia Raya menjadi cepat bersemangat seperti orang berbaris.
Pada akhirnya lagu Indonesia Raya dikembalikan ke versi asli, yaitu yang bertempo tidak terlalu cepat. Soekarno jugalah yang berperan mengadakan perubahan ini, yaitu dengan membentuk Panitia Peninjauan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Keinginan mengubah tempo seperti aslinya ini juga sebenarnya adalah keinginan Soekarno pribadi. Ketentuan mengenai hal ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dikeluarkan pada 26 Juni 1958. Jadi jika kita berbicara mengenai lagu Indonesia Raya, selayaknya kita juga membicarakan peran Soekarno di dalamnya.
Dualisme Lagu Kebangsaan
PP tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini juga sekaligus mengakhiri dualisme lagu kebangsaan di Indonesia. Sebelum tahun 1958, di beberapa daerah di Indonesia terutama di Sumatera masyarakatnya justru mengenali lagu Indonesia Subur ciptaan M Syafei sebagai lagu kebangsaan Indonesia, dan bukan lagu Indonesia Raya karya WR Supratman. Hal ini dapat dimaklumi mengingat Syafei adalah seorang tokoh asal Sumatera yang tentunya masyarakat Sumatera lebih familiar dengannya ketimbang dengan Supratman. Dualisme ini berakhir ketika panitia Lagu Kebangsaan yang diketuai Soekarno dan beranggotakan beberapa orang (termasuk musikus Kusbini, Cornell Simanjuntak, dan Ibu Sud) memutuskan bahwa lagu kebangsaan Indonesia adalah Lagu Indonesia Raya.
Menurut Husein Mutahar (pencipta lagu “Hari Merdeka” atau sering disebut lagu 17 agustus), sebenarnya lagu Indonesia Subur ciptaan M Syafei lebih cocok dijadikan lagu kebangsaan ketimbang lagu Indonesia Raya. Hal ini karena dari segi musikalitas, lagu Indonesia Subur lebih punya nilai seni ketimbang Indonesia Raya.
Perihal “kurang nyeni” ini sebenarnya dapat kita maklumi. Supratman bukanlah seseorang yang mengenyam pendidikan musik secara formal. Dia hanya mendapat kemampuan bermusik (terutama bermain biola) dari ajaran abang iparnya, WM van Eldik, di Makassar. Van Eldik ketika itu mengajari Supratman bermain biola untuk menghibur Supratman yang dikeluarkan dari sekolah Belanda karena ketahuan bukan warga Belanda ataupun Indo (pada masa itu yang boleh sekolah di sekolah Belanda adalah orang Belanda asli ataupun peranakan Belanda yang diakui sebagai warga negara Negeri Belanda). Kemampuan Supratman dalam bermusik kemudian makin terasah dan ia mulai sering diajak dalam kelompok musik penghibur pesta-pesta orang Belanda. Walaupun mahir bermusik, tetap saja Supratman tidak pernah mendapat pendidikan musik secara formal. Karena itu wajar saja jika kemampuan komponisnya tidaklah secemerlang komponis Indonesia lainnya, hal mana terlihat dalam kemiripan lagu gubahannya dengan lagu-lagu lain yang sudah ada sebelumnya.
Lihat Videonya berikut ini:
Sumber https://ekhopratama.wordpress.com/2013/10/16/838/
Lagu Indonesia Raya Lagu Jiplakan?
Yang pertama adalah fakta bahwa ada dugaan lagu Indonesia Raya merupakan plagiasi dari sebuah lagu Belanda berjudul “Pinda Pinda Lekka Lekka”. Bahkan lagu Indonesia Raya ini juga sangat mirip dengan lagu berjudul “Boola Boola” dari Amerika Serikat. Orang yang mengemukakan teori kemiripan ini adalah komponis Amir Pasaribu (orang yang membikin partitur piano lagu Indonesia Raya) yang kemudian didukung pula oleh budayawan Remy Sylado.
Remy mengatakan, ada kemungkinan Supratman membikin lagu dengan melodi yang mirip dengan lagu Pinda Pinda karena Supratman terbiasa mendengar lagu-lagu tersebut ketika ia berada di lingkungan tangsi Belanda. Fakta sejarah mengatakan bahwa Supratman pernah tinggal di tangsi Belanda karena ayahnya adalah seorang prajurit KNIL (tentara Hindia Belanda). Selain itu, kemungkinan lainnya Supratman mendengar lagu itu ketika ia bekerja sebagai anggota kelompok musik penghibur di pesta-pesta orang Belanda. Lagu Pinda Pinda Lekka Lekka sendiri kata Remy adalah lagu yang liriknya berisi hinaan orang Belanda kepada pribumi Indonesia, karena bercerita soal orang Indonesia yang datang ke Belanda dan sangat suka sekali makan kacang goreng (pinda). Tabiat ini menurut Belanda adalah primitif dan itu lalu dijadikan bahan untuk mengolok-olok pribumi dengan lirik lagu Pinda Pinda Lekka Lekka itu. Faktanya, rekaman tertua lagu Indonesia Raya yang dibuat tahun 1926 memang sangat mirip dengan lagu Pinda-Pinda Lekka Lekka. Remy mengatakan bahwa Supratman memang bukan komponis profesional yang bisa merangkai nada, tapi ia hanya bisa menulis lirik.
Kendati kuat sekali dugaan bahwa lagu Indonesia Raya punya kemiripan dengan lagu lain, Remy memaklumi hal itu. Menurut dia Supratman hanya “mendapat pengaruh” dari lagu-lagu yang pernah ia dengar sepanjang hidupnya (lagu ciptaan Supratman yang lain, Ibu Kita Kartini, juga sangat mirip sekali dengan lagu O Ina Ni Keke dari Sulawesi Utara). Supratman disini bukan menjiplak atau memplagiasi, hanya terpengaruh saja. Remy juga mengemukakan alasan mengapa kemiripan ini lantas dapat dibenarkan. Pada masa Supratman, berapalah banyaknya pribumi Indonesia yang bisa main musik. Karena itu apa yang dibikin Supratman tentu harus dihormati sebagai suatu hal yang berharga bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Yang terpenting pada masa itu sebenarnya bukan perdebatan apakah lagu itu orisinil ataukah ada “terpengaruh” lagu lain, melainkan apakah lagu tersebut mampu membangkitkan jiwa nasionalisme kaum pergerakan dan juga rakyat Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Peran Besar Soekarno dan PNI dalam mempopulerkan Indonesia Raya
Fakta lainnya adalah bahwa lagu Indonesia Raya memang diciptakan oleh WR Supratman, namun patut diduga bahwa yang mempopulerkannya adalah Soekarno beserta partainya (Partai Nasional Indonesia/PNI). Soekarno sebagai petinggi PNI ketika itu memerintahkan agar lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada setiap rapat-rapat partai dan ketika dinyanyikan maka peserta rapat musti berdiri tegak. Tak dipungkiri, karena sering dinyanyikan oleh massa PNI yang jumlahnya sangat besar kala itu, maka lagu Indonesia Raya pun makin terdongkrak popularitasnya sebagai lagu pergerakan dalam menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Soekarno pula yang berperan besar menjadikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia. Pada tahun 1944, Soekarno membentuk Panitia Lagu Kebangsaan yang berisi 13 orang termasuk seniman dan tokoh pergerakan. Panitia itu dipimpin sendiri oleh Soekarno dan membahas mengenai lagu yang akan dijadikan lagu kebangsaan Indonesia (saya rasa ini adalah bagian dari rapat BPUPK dalam menyusun dasar-dasar negara Indonesia). Waktu itu ada usulan agar lagu “Indonesia Subur” karya Muhammad Syafei yang akan dijadikan lagu kebangsaan. Namun panitia akhirnya memutuskan lagu Indonesia Raya-lah lagu kebangsaan Indonesia, dengan beberapa modifikasi lirik.
Lagu Indonesia Raya yang dimaksud ketika itu adalah yang versi cepat/mars, yaitu versi yang dibikin Supratman guna memenuhi keinginan banyak kaum pergerakan yang ingin agar lagu kebangsaan tersebut bertempo cepat, sesuai dengan nuansa pergerakan. Aslinya sebenarnya WR Supratman membikin lagu Indonesia Raya adalah dalam versi yang tak terlalu cepat, seperti tempo lagu kebangsaan Belanda “Wilhelminus”. Adanya desakan dari kaum pergerakan membuat Supratman mengubah tempo Indonesia Raya menjadi cepat bersemangat seperti orang berbaris.
Pada akhirnya lagu Indonesia Raya dikembalikan ke versi asli, yaitu yang bertempo tidak terlalu cepat. Soekarno jugalah yang berperan mengadakan perubahan ini, yaitu dengan membentuk Panitia Peninjauan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Keinginan mengubah tempo seperti aslinya ini juga sebenarnya adalah keinginan Soekarno pribadi. Ketentuan mengenai hal ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dikeluarkan pada 26 Juni 1958. Jadi jika kita berbicara mengenai lagu Indonesia Raya, selayaknya kita juga membicarakan peran Soekarno di dalamnya.
Dualisme Lagu Kebangsaan
PP tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini juga sekaligus mengakhiri dualisme lagu kebangsaan di Indonesia. Sebelum tahun 1958, di beberapa daerah di Indonesia terutama di Sumatera masyarakatnya justru mengenali lagu Indonesia Subur ciptaan M Syafei sebagai lagu kebangsaan Indonesia, dan bukan lagu Indonesia Raya karya WR Supratman. Hal ini dapat dimaklumi mengingat Syafei adalah seorang tokoh asal Sumatera yang tentunya masyarakat Sumatera lebih familiar dengannya ketimbang dengan Supratman. Dualisme ini berakhir ketika panitia Lagu Kebangsaan yang diketuai Soekarno dan beranggotakan beberapa orang (termasuk musikus Kusbini, Cornell Simanjuntak, dan Ibu Sud) memutuskan bahwa lagu kebangsaan Indonesia adalah Lagu Indonesia Raya.
Menurut Husein Mutahar (pencipta lagu “Hari Merdeka” atau sering disebut lagu 17 agustus), sebenarnya lagu Indonesia Subur ciptaan M Syafei lebih cocok dijadikan lagu kebangsaan ketimbang lagu Indonesia Raya. Hal ini karena dari segi musikalitas, lagu Indonesia Subur lebih punya nilai seni ketimbang Indonesia Raya.
Perihal “kurang nyeni” ini sebenarnya dapat kita maklumi. Supratman bukanlah seseorang yang mengenyam pendidikan musik secara formal. Dia hanya mendapat kemampuan bermusik (terutama bermain biola) dari ajaran abang iparnya, WM van Eldik, di Makassar. Van Eldik ketika itu mengajari Supratman bermain biola untuk menghibur Supratman yang dikeluarkan dari sekolah Belanda karena ketahuan bukan warga Belanda ataupun Indo (pada masa itu yang boleh sekolah di sekolah Belanda adalah orang Belanda asli ataupun peranakan Belanda yang diakui sebagai warga negara Negeri Belanda). Kemampuan Supratman dalam bermusik kemudian makin terasah dan ia mulai sering diajak dalam kelompok musik penghibur pesta-pesta orang Belanda. Walaupun mahir bermusik, tetap saja Supratman tidak pernah mendapat pendidikan musik secara formal. Karena itu wajar saja jika kemampuan komponisnya tidaklah secemerlang komponis Indonesia lainnya, hal mana terlihat dalam kemiripan lagu gubahannya dengan lagu-lagu lain yang sudah ada sebelumnya.
Lihat Videonya berikut ini:
Sumber https://ekhopratama.wordpress.com/2013/10/16/838/