SUJA - Medan magnet bumi, yang melindungi planet ini dari ledakan besar radiasi matahari yang mematikan, telah melemah selama 6 bulan terakhir. Hal tersebut dinyatakan menurut data yang dikumpulkan oleh sederetan satelit European Space Agency (ESA) yang disebut Swarm.
Titik-titik lemah terbesar pada medan magnet – yang terbentang 370.000 mil (600.000 kilometer) di atas permukaan planet – bermunculan di belahan bumi Barat. Sementara medan magnet telah menguat di daerah sekitar Samudera Hindia selatan, menurut magnetometer pada satelit-satelit Swarm.
Para ilmuwan yang melakukan penelitian itu masih tidak yakin mengapa medan magnet melemah. Tetapi salah satu alasan yang mungkin adalah bahwa kutub magnet bumi bersiap-siap untuk terbalik, kata Rune Floberghagen, manajer misi Swarm dari ESA. Bahkan data menunjukkan bahwa bagian utara magnet bergerak menuju Siberia.
“Pembalikan (kutub) seperti itu tidak instan, tapi akan memakan waktu beratus-ratus tahun, jika tidak beribu-ribu tahun,” kata Floberghagen seperti dikutip dari Live Science, Selasa (8/7/2014). “Hal tersebut telah terjadi berkali-kali di masa lalu”.
Para ilmuwan sudah tahu bahwa bagian utara magnetik bergeser. Setelah setiap ratusan ribu tahun kutub magnet membalik, maka kompas akan menunjuk selatan bukan utara. Jika perubahan medan magnet adalah bagian dari siklus membalik yang normal, namun data dari Swarm telah menunjukkan bahwa medan magnet mulai melemah lebih cepat bila dibandingkan masa lalu. Sebelumnya, para peneliti memperkirakan bahwa medan magnet telah melemah sekitar 5% tiap abad, namun data terbaru mengungkapkan bahwa medan magnet tersebut sebenarnya melemah 5% tiap dekade, atau 10 kali lebih cepat dari yang diperkirakan. Dengan demikian, terbaliknya kutub yang sebelumnya diperkirakan sekitar 2000 tahun lagi, maka dari data terbaru menunjukkan hal itu akan terjadi lebih cepat.
Floberghagen berharap lebih banyak data dari Swarm yang akan menjelaskan mengapa medan magnet melemah lebih cepat saat ini.
Namun demikian, tidak ada bukti bahwa melemahnya medan magnet akan menghasilkan kiamat bagi bumi. Pada saat pertukaran kutub di masa lalu, tidak terjadi kepunahan massal atau bukti kerusakan radiasi. Para peneliti berpikir bahwa jaringan listrik dan sistem komunikasi akan terkena risiko paling tinggi.
Medan magnet bumi bertindak seperti gelembung raksasa yang tidak terlihat, yang melindungi planet dari radiasi kosmik berbahaya yang dimuntahkan dari matahari dalam bentuk angin matahari (solar wind). Medan tersebut ada karena bumi memiliki bola besi raksasa pada intinya, dikelilingi oleh lapisan luar dari logam cair. Perubahan suhu inti bumi, pergolakan rotasi bumi, serta adukan logam cair pada sekeliling sisi luar inti bumi, menciptakan garis-garis medan magnet.
Pergerakan logam cair adalah penyebab mengapa beberapa area pada medan magnet menguat sementara yang lain melemah, kata Florberghagen. Ketika proses pendidihan di suatu daerah pada sisi luar inti melambat, maka dikeluarkanlah arus partikel yang memiliki muatan, dan medan magnet di permukaan melemah.
“Aliran cairan pada bagian luar inti bumi menarik medan magnet di sekitarnya,” kata Floberghagen. “Jadi, melemahnya medan magnet di atas benua Amerika artinya bahwa aliran pada bagian luar inti bumi di bawah Amerika melambat.”.
Satelit-satelit Swarm tidak hanya mengambil sinyal yang datang dari medan magnet bumi, tetapi juga dari inti, mantel, kerak, dan lautannya. Para ilmuwan di ESA berharap untuk menggunakan data demi membuat sistem navigasi yang mengandalkan medan magnet, seperti instrumen pesawat, yang lebih akurat, meningkatkan prediksi gempa, dan menentukan daerah di bawah permukaan planet yang kaya akan sumber daya alam. Para ilmuwan berpikir bahwa fluktuasi medan magnet dapat membantu mengidentifikasi di mana lempeng benua bergeser dan membantu memprediksi gempa bumi.
Hasil pertama dari Swarm telah dipresentasikan pada “the Third Swarm Science Meeting” di Denmark tanggal 19 Juni 2014 yang lalu. (dakwatuna/hdn)
Redaktur: Hendra
Titik-titik lemah terbesar pada medan magnet – yang terbentang 370.000 mil (600.000 kilometer) di atas permukaan planet – bermunculan di belahan bumi Barat. Sementara medan magnet telah menguat di daerah sekitar Samudera Hindia selatan, menurut magnetometer pada satelit-satelit Swarm.
Para ilmuwan yang melakukan penelitian itu masih tidak yakin mengapa medan magnet melemah. Tetapi salah satu alasan yang mungkin adalah bahwa kutub magnet bumi bersiap-siap untuk terbalik, kata Rune Floberghagen, manajer misi Swarm dari ESA. Bahkan data menunjukkan bahwa bagian utara magnet bergerak menuju Siberia.
“Pembalikan (kutub) seperti itu tidak instan, tapi akan memakan waktu beratus-ratus tahun, jika tidak beribu-ribu tahun,” kata Floberghagen seperti dikutip dari Live Science, Selasa (8/7/2014). “Hal tersebut telah terjadi berkali-kali di masa lalu”.
Para ilmuwan sudah tahu bahwa bagian utara magnetik bergeser. Setelah setiap ratusan ribu tahun kutub magnet membalik, maka kompas akan menunjuk selatan bukan utara. Jika perubahan medan magnet adalah bagian dari siklus membalik yang normal, namun data dari Swarm telah menunjukkan bahwa medan magnet mulai melemah lebih cepat bila dibandingkan masa lalu. Sebelumnya, para peneliti memperkirakan bahwa medan magnet telah melemah sekitar 5% tiap abad, namun data terbaru mengungkapkan bahwa medan magnet tersebut sebenarnya melemah 5% tiap dekade, atau 10 kali lebih cepat dari yang diperkirakan. Dengan demikian, terbaliknya kutub yang sebelumnya diperkirakan sekitar 2000 tahun lagi, maka dari data terbaru menunjukkan hal itu akan terjadi lebih cepat.
Floberghagen berharap lebih banyak data dari Swarm yang akan menjelaskan mengapa medan magnet melemah lebih cepat saat ini.
Namun demikian, tidak ada bukti bahwa melemahnya medan magnet akan menghasilkan kiamat bagi bumi. Pada saat pertukaran kutub di masa lalu, tidak terjadi kepunahan massal atau bukti kerusakan radiasi. Para peneliti berpikir bahwa jaringan listrik dan sistem komunikasi akan terkena risiko paling tinggi.
Medan magnet bumi bertindak seperti gelembung raksasa yang tidak terlihat, yang melindungi planet dari radiasi kosmik berbahaya yang dimuntahkan dari matahari dalam bentuk angin matahari (solar wind). Medan tersebut ada karena bumi memiliki bola besi raksasa pada intinya, dikelilingi oleh lapisan luar dari logam cair. Perubahan suhu inti bumi, pergolakan rotasi bumi, serta adukan logam cair pada sekeliling sisi luar inti bumi, menciptakan garis-garis medan magnet.
Pergerakan logam cair adalah penyebab mengapa beberapa area pada medan magnet menguat sementara yang lain melemah, kata Florberghagen. Ketika proses pendidihan di suatu daerah pada sisi luar inti melambat, maka dikeluarkanlah arus partikel yang memiliki muatan, dan medan magnet di permukaan melemah.
“Aliran cairan pada bagian luar inti bumi menarik medan magnet di sekitarnya,” kata Floberghagen. “Jadi, melemahnya medan magnet di atas benua Amerika artinya bahwa aliran pada bagian luar inti bumi di bawah Amerika melambat.”.
Satelit-satelit Swarm tidak hanya mengambil sinyal yang datang dari medan magnet bumi, tetapi juga dari inti, mantel, kerak, dan lautannya. Para ilmuwan di ESA berharap untuk menggunakan data demi membuat sistem navigasi yang mengandalkan medan magnet, seperti instrumen pesawat, yang lebih akurat, meningkatkan prediksi gempa, dan menentukan daerah di bawah permukaan planet yang kaya akan sumber daya alam. Para ilmuwan berpikir bahwa fluktuasi medan magnet dapat membantu mengidentifikasi di mana lempeng benua bergeser dan membantu memprediksi gempa bumi.
Hasil pertama dari Swarm telah dipresentasikan pada “the Third Swarm Science Meeting” di Denmark tanggal 19 Juni 2014 yang lalu. (dakwatuna/hdn)
Redaktur: Hendra