Mayoritas Warga Israel Tak Ingin Negara Palestina Terbentuk

Mayoritas Warga Israel Tak Ingin Negara Palestina Terbentuk

Sujanews.com —  Sebuah survei terbaru menunjukkan 64 persen warga Israel tidak ingin wilayah Tepi Barat diserahkan kepada Palestina. Jerusalem Center for Public Affairs merilis hasil survei itu pada Senin (26/03) lalu, dengan mengambil sampel dari 521 orang dewasa Yahudi Israel.

Survei juga menunjukkan bahwa hanya sekitar 10 persen warga Israel yang setuju atas penyerahan Masjid Al-Aqsha kepada Palestina. Sementara 83 persen menentang usulan tersebut.

“Sebanyak 79 persen mengatakan hal itu penting guna mempertahankan Yarusalem bersatu di bawah kedaulatan Israel, sementara 15% mengatakan hal itu tidak penting,” kata lembaga itu, seperti dikutip dari Middle East Monitor.

Tujuh belas persen dari penduduk Yahudi percaya bahwa Israel harus menyetujui pembentukan negara Palestina di seluruh Tepi Barat. Sebaliknya, 77 persen melihat seharusnya tidak demikian.

Menurut opini publik Israel, mayoritas yang disurvei menyatakan tidak setuju dengan usulan yang dikemukakan oleh mantan presiden AS Bill Clinton selama hari-hari terakhirnya menjabat pada satu dekade lalu. Dukungan untuk usulan ini telah menurun dari 55 persen pada tahun 2005 menjadi 29 persen pada saat ini.

“Telah ada penurunan bertahap dari warga Yahudi—Israel untuk menyetujui penarikan Tepi Barat sebagai bagian dari perjanjian damai, dari 60 persen pada tahun 2005 menjadi 36 persen di 2017,” kata lembaga itu. “Ada juga penurunan dukungan untuk usulan Clinton dari 55 persen pada tahun 2005 menjadi 29 persen di 2017.”

Usulan menyebutkan bahwa sebuah negara Palestina non-militer akan dibentuk di Tepi barat. Yerusalem akan dibagi sebagai ibukota kedua negara (Palestina dan Israe), sedangkan Masjid Al-Aqsha diserahkan ke tangan Palestina dengan kontrol Israel yang mempertahankan Tembok Barat.

Dalam sebuah wawancara dengan Quds Press, Selasa (28/03), Dirjen Kementerian Pariwisata di kota Jericho, Iyad Hamdan, mengatakan bahwa temuan survei menunjukkan ekstremisme masyarakat Yahudi.

Ia menambahkan, penundaan terus menerus dalam proses penyelesaian masalah Palestina, karena tidak adanya tekanan dan intervensi negara-negara Arab terhadap Israel.

“Kontrol sayap kanan atas parlemen, kelanjutan dari kegiatan aneksasi Israel di tanah milik Palestina, serta judaisation atas Yarusalem telah menyebabkan timbulnya masyarakat ekstremis Yahudi,” ujarnya.

Seoranga Profesor Universitas Gaza memperingatkan bahwa masyarakat Israel akan menjadi lebih radikal di masa depan dan lebih kuat mendukung sayap kanan Israel.

Reporter: Azzam
Editor: Ibas Fuadi   [Sujanews.com]