"Sebagai kader Muhammadiyah kami tersinggung dan sangat menyayangkan cara-cara yang dipakai pihak Ahok dalam persidangan yang terhormat itu," demikian disampaikan PP Muhammadiyah sebagaimana diberitakan dakwatuna.com
Mereka seharusnya menjunjung tinggi etika dan menghormati para ulama. Jika mereka keberatan dengan materi kesaksian semestinya materi itu yang dibantah.
“Mereka beralasan karena Buya Yunahar adalah Wakil Ketua Umum MUI Pusat, dimana MUI adalah pihak terkait yang mengeluarkan Pendapat Keagamaan atau fatwa soal ucapan Ahok yang dianggap menghina Al Qur’an dan Ulama."
Buya Yunahar dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai ahli mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sudah di BAP oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Jadi kehadiran Buya Yanuar sebagai saksi adalah ditugaskan resmi oleh PP Muhammadiyah karena sesuai keahliannya.
“Beliau adalah Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih dan Tabligh yang urusannya kajian-kajian keislaman, fatwa dan lain-lain. Prof. Yunahar juga guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di bidang tafsir. Beliau sudah menerbitkan banyak buku dan jurnal keislaman yang jadi rujukan di kampus dan masyarakat umum”
Jadi dari sisi bidang ilmu yang dimiliki dan jabatannya Prof. Yunahar sangat layak dan kompeten sebagai ahli agama.
Namun, kata PP Muhammadiyah, kami sangat senang dan apresiasi terhadap pembelaan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa Prof. Yunahar sangat tepat dihadirkan sebagai ahli agama. Sehingga akhirnya majelis hakim menetapkan bahwa sidang dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli Prof. Yunahar. [Sujanews.com]