SujaNEWS.com — Menyusul meninggalnya Siyono, terduga teroris asal Klaten dalam proses penyidikan, ratusan masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Nahi Munkar (Konas) menuntut pembubaran Densus 88 Anti-Teror Mabes Polri. Aksi dilakukan di Bundaran Gladag, Solo, Jawa Tengah, Selasa, 15 Maret 2016.
Tak kurang dari 500 orang, terdiri dari aktivis muslim dan santri pondok pesantren serta masyarakat umum berkumpul di satu titik untuk menyuarakan aspirasi. Mereka melakukan orasi sembari membawa selebaran yang antara lain bertulis '#Stop Bunuh Muslim' dan 'Densus 88 Pembunuh'.
Humas aksi, Endro Sudarsono mengatakan, Presiden Jokowi harus segera membubarkan Densus yang dinilai kebal hukum. Densus 88 terus melakukan kesalahan hingga berakibat pada hilangnya nyawa seseorang.
"Kami menghitung setidaknya ada 11 kesalahan Densus dalam 118 kasus yang dicatat komnas HAM. Kasus-kasus tersebut berujung pada hilangnya nyawa tanpa adanya putusan pengadilan," ungkap Endro.
Dalam kasus Siyono, imbuh Endro, Densus pun kembali melakukan kesalahan fatal tanpa SOP yang benar. "Pertama, Densus membawa Siyono dalam keadaan sehat dan mengembalikannya dalam keadaan tak bernyawa. Densus juga menakuti siswa-siswi TK pada saat penggeledahan dengan membawa senjata. Traumatis membuat sekolah mereka harus diliburkan hingga tanggal 21 Maret," papar dia.
Densus 88 menangkap Siyono di rumahnya di kawasan Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada Rabu, 9 Maret 2016. Sehari berselang, Densus menggeledah rumah Siyono yang juga digunakan sebagai Taman Kanak-kanak. Densus keluar dengan membawa bungkusan plastik yang tidak diketahui apa isinya.
Mengejutkan, keluarga justru mendapati kabar bahwa Siyono meninggal dunia pada Jumat, 11 Maret 2016 di Jakarta. Kabar tersebut diterima ayah Siyono, Marso dari seseorang yang menerima telepon di dekat rumahnya. “Dalam percakapannya orang itu mengatakan anak bungsu saya sudah tidak ada. Tapi kabar itu disempaikan tidak dengan transparan dan berterus terang,” papar Marso waktu itu.
Jenazah Siyono dibawa kembali ke Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dan dikebumikan Minggu, 13 Maret sekitar pukul 03.00 WIB. Kedatangan jenazah sempat diwarnai ketegangan antara ormas dan pihak kepolisian.
Sebelumnya, kuasa hukum keluarga Siyono, Kalono mengungkapkan, menemukan sejumlah kejanggalan pada kondisi jenazah Siyono. “Ada lebam di kedua mata, di dahi kanan hingga pipi, hidung patah, kepala bagian belakang masih meneteskan darah segar. Kedua kaki dari paha sampai mata kaki bengkak dan menghitam,” ungkap Kalono.
Sumber : [metrotvnews]
Tak kurang dari 500 orang, terdiri dari aktivis muslim dan santri pondok pesantren serta masyarakat umum berkumpul di satu titik untuk menyuarakan aspirasi. Mereka melakukan orasi sembari membawa selebaran yang antara lain bertulis '#Stop Bunuh Muslim' dan 'Densus 88 Pembunuh'.
Humas aksi, Endro Sudarsono mengatakan, Presiden Jokowi harus segera membubarkan Densus yang dinilai kebal hukum. Densus 88 terus melakukan kesalahan hingga berakibat pada hilangnya nyawa seseorang.
"Kami menghitung setidaknya ada 11 kesalahan Densus dalam 118 kasus yang dicatat komnas HAM. Kasus-kasus tersebut berujung pada hilangnya nyawa tanpa adanya putusan pengadilan," ungkap Endro.
Dalam kasus Siyono, imbuh Endro, Densus pun kembali melakukan kesalahan fatal tanpa SOP yang benar. "Pertama, Densus membawa Siyono dalam keadaan sehat dan mengembalikannya dalam keadaan tak bernyawa. Densus juga menakuti siswa-siswi TK pada saat penggeledahan dengan membawa senjata. Traumatis membuat sekolah mereka harus diliburkan hingga tanggal 21 Maret," papar dia.
Densus 88 menangkap Siyono di rumahnya di kawasan Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah pada Rabu, 9 Maret 2016. Sehari berselang, Densus menggeledah rumah Siyono yang juga digunakan sebagai Taman Kanak-kanak. Densus keluar dengan membawa bungkusan plastik yang tidak diketahui apa isinya.
Mengejutkan, keluarga justru mendapati kabar bahwa Siyono meninggal dunia pada Jumat, 11 Maret 2016 di Jakarta. Kabar tersebut diterima ayah Siyono, Marso dari seseorang yang menerima telepon di dekat rumahnya. “Dalam percakapannya orang itu mengatakan anak bungsu saya sudah tidak ada. Tapi kabar itu disempaikan tidak dengan transparan dan berterus terang,” papar Marso waktu itu.
Jenazah Siyono dibawa kembali ke Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dan dikebumikan Minggu, 13 Maret sekitar pukul 03.00 WIB. Kedatangan jenazah sempat diwarnai ketegangan antara ormas dan pihak kepolisian.
Sebelumnya, kuasa hukum keluarga Siyono, Kalono mengungkapkan, menemukan sejumlah kejanggalan pada kondisi jenazah Siyono. “Ada lebam di kedua mata, di dahi kanan hingga pipi, hidung patah, kepala bagian belakang masih meneteskan darah segar. Kedua kaki dari paha sampai mata kaki bengkak dan menghitam,” ungkap Kalono.
Sumber : [metrotvnews]