SujaNEWS.com — Laporan Saudi Press Agency (SPA) mengungkapkan bahwa Koalisi pimpinan Arab Saudi, yang memerangi kelompok Syiah Al-Houthi, mengumumkan berakhirnya gencatan senjata yang diumumkan pada 15 Desember.
Koalisi tersebut mengutip pelanggaran yang berlanjut oleh Al-Houthi terhadap gencatan itu sebagai alasan untuk mengakhirinya.
Petempur Al-Houthi terus melancarkan serangan rudal terhadap kota besar di Arab Saudi dan mengincar posisi Arab Saudi di perbatasan, selain menghalangi aliran bantuan kemanusiaan buat orang Yaman, kata Arab Saudi.
Berakhirnya gencatan senjata tersebut berlaku pada pukul 14.00 waktu setempat (18.00 WIB), demikian laporan Xinhua –yang dipantau di Jakarta, Ahad (3/1) siang.
Gencatan senjata itu diberlakukan atas permintaan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi untuk mencapai penyelesaian damai bagi konflik di negerinya.
Arab Saudi telah memimpin perang melawan anggota Al-Houthi, yang didukung Iran, di Yaman sejak 26 Maret untuk mengembalikan kestabilan kenegeri tersebut –yang dicabik perang saudara.
Pada Ahad (27/12), mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mengatakan perang melawan Arab Saudi baru akan dimulai.
Saleh berikrar pendukungnya akan terus berperang kecuali koalisi pimpinan Arab Saudi menghentikan serangan udara dan darat terhadap negerinya.
Saleh mengeluarkan pernyataan itu dalam satu pertemuan dengan wakil dari Partai Rakyat Umum, pimpinannya, dan kelompok Syiah Al-Houthi –yang ikut dalam pembicaraan perdamaian yang ditaja PBB belum lama ini di Swiss.
Ia mengatakan Arab Saudi mesti siap menghadapi perang lama yang akan segera dimulai.
Pekan sebelumnya, Ismail Ould Cheikh Ahmed, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Yaman, mengumumkan berakhirnya pembicaraan perdamaian terakhir mengenai Yaman. Ia mengatakan semua pihak menyepakati kerangka kerja bagi perundingan dan akan bertemu lagi pada 14 Januari 2016 untuk babak baru pembicaraan.
Konsultasi tersebut melibatkan 24 wakil dari Yaman dan penasehat mengenai pelaksanaan gencatan senjata menyeluruh dan permanen, peningkatan kondisi kemanusiaan dan kembali ke peralihan politik yang damai dan tenang.
Yaman telah dinodai oleh kebuntuan sejak 2011, ketika protes massa memaksa Saleh meletakkan jabatan.
Krisis yang berkecamuk di Yaman adalah cermin dari kerusuhan regional di Timur Tengah, terutama setelah pasukan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi –yang menyelamatkan diri ke Arab Saudi– merebut Kota Aden, yang strategis di Yaman Selatan, melawan petempur Al-Houthi.
Koalisi pimpinan Arab Saudi telah mendukung Pemerintah Hadi dengan memerangi petempur Al-Houthi sejak Maret, dan belakangan mengirim tentara darat dari Uni Emirat Arab, Sudan, Qatar dan negara lain untuk merebut kembali lima provinsi di Yaman Selatan dari anggota Al-Houthi.
Gerilyawan Al-Houthi, yang didukung oleh Pasukan Garda Republik –yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh, masih menguasai Ibu Kota Yaman, Sana’a, dan sebagian besar wilayah utara negeri itu sejak September tahun lalu.
Lebih dari 6.000 orang telah tewas di Yaman sejak Maret lalu dalam pertempuran darat dan serangan udara, separuh dari mereka adalah warga sipil.(ts/antara)
Koalisi tersebut mengutip pelanggaran yang berlanjut oleh Al-Houthi terhadap gencatan itu sebagai alasan untuk mengakhirinya.
Petempur Al-Houthi terus melancarkan serangan rudal terhadap kota besar di Arab Saudi dan mengincar posisi Arab Saudi di perbatasan, selain menghalangi aliran bantuan kemanusiaan buat orang Yaman, kata Arab Saudi.
Berakhirnya gencatan senjata tersebut berlaku pada pukul 14.00 waktu setempat (18.00 WIB), demikian laporan Xinhua –yang dipantau di Jakarta, Ahad (3/1) siang.
Gencatan senjata itu diberlakukan atas permintaan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi untuk mencapai penyelesaian damai bagi konflik di negerinya.
Arab Saudi telah memimpin perang melawan anggota Al-Houthi, yang didukung Iran, di Yaman sejak 26 Maret untuk mengembalikan kestabilan kenegeri tersebut –yang dicabik perang saudara.
Pada Ahad (27/12), mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mengatakan perang melawan Arab Saudi baru akan dimulai.
Saleh berikrar pendukungnya akan terus berperang kecuali koalisi pimpinan Arab Saudi menghentikan serangan udara dan darat terhadap negerinya.
Saleh mengeluarkan pernyataan itu dalam satu pertemuan dengan wakil dari Partai Rakyat Umum, pimpinannya, dan kelompok Syiah Al-Houthi –yang ikut dalam pembicaraan perdamaian yang ditaja PBB belum lama ini di Swiss.
Ia mengatakan Arab Saudi mesti siap menghadapi perang lama yang akan segera dimulai.
Pekan sebelumnya, Ismail Ould Cheikh Ahmed, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Yaman, mengumumkan berakhirnya pembicaraan perdamaian terakhir mengenai Yaman. Ia mengatakan semua pihak menyepakati kerangka kerja bagi perundingan dan akan bertemu lagi pada 14 Januari 2016 untuk babak baru pembicaraan.
Konsultasi tersebut melibatkan 24 wakil dari Yaman dan penasehat mengenai pelaksanaan gencatan senjata menyeluruh dan permanen, peningkatan kondisi kemanusiaan dan kembali ke peralihan politik yang damai dan tenang.
Yaman telah dinodai oleh kebuntuan sejak 2011, ketika protes massa memaksa Saleh meletakkan jabatan.
Krisis yang berkecamuk di Yaman adalah cermin dari kerusuhan regional di Timur Tengah, terutama setelah pasukan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi –yang menyelamatkan diri ke Arab Saudi– merebut Kota Aden, yang strategis di Yaman Selatan, melawan petempur Al-Houthi.
Koalisi pimpinan Arab Saudi telah mendukung Pemerintah Hadi dengan memerangi petempur Al-Houthi sejak Maret, dan belakangan mengirim tentara darat dari Uni Emirat Arab, Sudan, Qatar dan negara lain untuk merebut kembali lima provinsi di Yaman Selatan dari anggota Al-Houthi.
Gerilyawan Al-Houthi, yang didukung oleh Pasukan Garda Republik –yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh, masih menguasai Ibu Kota Yaman, Sana’a, dan sebagian besar wilayah utara negeri itu sejak September tahun lalu.
Lebih dari 6.000 orang telah tewas di Yaman sejak Maret lalu dalam pertempuran darat dan serangan udara, separuh dari mereka adalah warga sipil.(ts/antara)