SujaNEWS.com — Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah meyakini Koalisi Merah Putih akan tetap menjadi kekuatan penyeimbang yang berpengaruh di legislatif pada tahun 2016.
Keyakinan awal para pimpinan KMP, kata dia, harus dikuatkan kembali bahwa kekuatan penyeimbang di legislatif sama mulianya dengan memimpin eksekutif.
"Apalagi karena Pilpres 2019 akan dimulai lebih awal bersama pemilu legislatif. Dan popularitas Prabowo (Subainto) saat ini berada jauh lebih tinggi dari calon lain, termasuk Presiden Jokowi," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/1/2016).
Fahri mengakui, pada tahun 2015 kemarin, KMP melemah. Partai Amanat Nasional (PAN) telah menyatakan mendukung pemerintah.
Sementara di sidang pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto, lanjut dia, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat mendukung koalisi pemerintah.
Yang bertahan di garis KMP hanya Golkar, Gerindra, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara pemerintah sendiri masih menggantung nasib Golkar dan PPP di Kementerian Hukum dan HAM.
"Memang, periode 2014-2015 penuh goncangan yang bahkan menyebabkan Ketua DPR terjungkal. Tetapi tahun 2016 harus jadi momentum untuk menjawab tantangan bahwa KMP yang masih menguasai sebagian besar porsi cabang kekuasaan legislatif terutama DPR RI akan melampaui keraguan untuk menciptakan keseimbangan dalam Trias Politika," kata Fahri.
Sekretaris Harian Koalisi Merah Putih ini menambahkan, salah satu kerja DPR nantinya akan terlihat dari pembentukan pansus Freeport. Dia meyakini pansus ini akan menjadi metode pembuktian yang akan mengungkap bagaimana cara kekuasaan digunakan secara tidak bertanggung jawab.
"Tapi apakah masyarakat sipil dan media masa akan mendukung? Inilah tantangan DPR 2016 agar media dan masyarakat sipil justru menjadikan DPR sebagai mitra dalam mengawasi pemerintahan yang semakin besar," ucap Wakil Ketua DPR ini.
Keyakinan awal para pimpinan KMP, kata dia, harus dikuatkan kembali bahwa kekuatan penyeimbang di legislatif sama mulianya dengan memimpin eksekutif.
"Apalagi karena Pilpres 2019 akan dimulai lebih awal bersama pemilu legislatif. Dan popularitas Prabowo (Subainto) saat ini berada jauh lebih tinggi dari calon lain, termasuk Presiden Jokowi," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/1/2016).
Fahri mengakui, pada tahun 2015 kemarin, KMP melemah. Partai Amanat Nasional (PAN) telah menyatakan mendukung pemerintah.
Sementara di sidang pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto, lanjut dia, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat mendukung koalisi pemerintah.
Yang bertahan di garis KMP hanya Golkar, Gerindra, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara pemerintah sendiri masih menggantung nasib Golkar dan PPP di Kementerian Hukum dan HAM.
"Memang, periode 2014-2015 penuh goncangan yang bahkan menyebabkan Ketua DPR terjungkal. Tetapi tahun 2016 harus jadi momentum untuk menjawab tantangan bahwa KMP yang masih menguasai sebagian besar porsi cabang kekuasaan legislatif terutama DPR RI akan melampaui keraguan untuk menciptakan keseimbangan dalam Trias Politika," kata Fahri.
Sekretaris Harian Koalisi Merah Putih ini menambahkan, salah satu kerja DPR nantinya akan terlihat dari pembentukan pansus Freeport. Dia meyakini pansus ini akan menjadi metode pembuktian yang akan mengungkap bagaimana cara kekuasaan digunakan secara tidak bertanggung jawab.
"Tapi apakah masyarakat sipil dan media masa akan mendukung? Inilah tantangan DPR 2016 agar media dan masyarakat sipil justru menjadikan DPR sebagai mitra dalam mengawasi pemerintahan yang semakin besar," ucap Wakil Ketua DPR ini.