"JPU amatiran. Di dakwaan Ahok didakwa dengan Pasal 156 a huruf a, ancaman hukuman 5 tahun. Di tuntutan menyebutkan Pasal 156 a, primernya, tak terbukti. Kata JPU yang terbukti adalah Pasal 156, subsidernya," ujar mantan anggota Komisi II DPR RI Djoko Edhi S Abdurrahman dalam pesan elektronik yang dipancarluaskannya, Kamis (20/4).
Selain amatiran, sebut Djoko Edhi, jaksa yang menangani perkara Ahok juga bertindak curang. Penyidik menjerat Ahok dengan Pasal 156 a huruf a, dan Pasal 28 UU ITE Ujaran Kebencian. Tidak ada Pasal 156. Tapi oleh jaksa, Pasal 28 UU ITE diganti dengan Pasal 156, penistaan antar golongan.
"Kapan ada masalah antar golongan? Tak ada! Golongan apa dengan golongan apa? Ahok bukan golongan, Pak Jaksa. Emang Syiah versus Sunny, atau Islam Gafatar versus Islam Agama. Gitu aja sampean repot. Ngaco berat," sambung dia.
Kalau sudah terbukti pernyataan Ahok sebagai kebencian, sebut dia, maka hal itu otomatis masuk dalam ujaran kebencian Pasal 28 UU ITE.
"Itu otomatis Pak Jaksa. Ayak-ayak wae," masih kata Djoko Edhi.
Bukti lain jaksa amatiran dan curang, kata dia, hukuman percobaan dalam tuntutan jaksa kepada Ahok. Ancaman hukuman blasphemi seperti itu tak pernah ada sepanjang Indonesia merdeka.
"Untuk menutupi rekayasa, dihadirkan jaksa yang jadi JPU di kasus Jessica agar publik percaya. Tetap distrust, pak bro. Busuk. Ini menghina intelektualitas hukum," sebut dia.
"Pekan depan, Humprey Djemat cs (pengacara Ahok) minta vispraak alias bebas murni. Dan, majelis mengabulkannya. Selesai fiat justicia ruat coelloem. Luar biasa Ahok," demikian Djoko Edhi. [Sujanews.com]