Wanita tersebut diminta untuk melepaskan hijabnya karena akan ‘mengekspresikan cara pandang dunia religius’ dan karena itu akan melanggar prinsip netralitas, ujar Elisabeth Herzog – von der Heide, walikota Luckenwalde yang memecat wanita Palestina tersebut.
Dilansir Islamedia, pegawai magang wanita Palestina itu menolak untuk melepas jilbabnya di hadapan laki-laki, dan mengatakan bahwa hal itu menentang keyakinan agamanya.
Sven Petke, perwakilan dari partai konservatif CDU mengkritik larangan tersebut dan mengatakan bahwa tidak ada dasar hukum untuk keputusan tersebut.
Dia mengatakan “Mahkamah Konstitusi Jerman memutuskan bahwa keyakinan pribadi dan hubungan mereka dengan pakaian tidak seharusnya menjadi tindakan yang berkeberatan.”
Members of the far-right Alternative for Germany (AfD) party, which is known with its stance against Islam and muslims in Germany, praised the decision to sack the refugee woman.
Anggota Partai Alternatif untuk Jerman (AFD), yang dikenal dengan perlawanannya terhadap Islam dan Muslim di Jerman, memuji keputusan untuk memecat wanita pengungsi tersebut.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere, juga mengatakan bahwa ia akan mendukung pelarangan jilbab bagi perempuan yang bekerja di sektor publik, termasuk sekolah dan pegawai negeri.