Di lain sisi, ia juga menyoroti ulah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kemungkinan jauh dari tugas dan etiknya. Misalkan saja KPK pernah mengeluarkan pernyataan bahwa ‘belum adanya niat korupsi’ dari pembelian lahan Sumber Waras yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Setelah nuyari niat, nyari payung-KPK selidiki payung hukum barter Pemprov DKI dengan Agung Podomoro. KPK cari payung hukum barter, lebay. Bukankah sumbernya pendapatan daerah itu pajak, PNBP, hutang, hibah, dan dana dekon/perimbangan.”
Padahal, misalnyas saja dalam pembelian lahan Sumber Waras, Ahok diduga telah banyak menabrak aturan hukum. Dan seharusnya, jika telah ada dugaan kuat itu KPK justru mengeluarkan pernyataan ‘mencari niat’.
“Kontradiksi, dalam kasus Sumber Waras semua payung hukum nya ditabrak Ahok, tapi malah cari niat. Nanti kehabisan stok ngeles, lho.”
Baru-baru ini telah beredar pula bahwa Ahok diduga melakukan transaksi gelap dengan pengembang untuk melancarkan reklamasi teluk di Jakarta. Setelah adanya kesepakatan yang diperoleh, akhirnya satu persatu kampung atau wilayah digusur. Namun demikian, Ahok membantahnya dan berniat memperkarakan pengembang tersebut.