Hal itu dikatakan oleh pakar energi, Yusri Usman, menurutnya prilaku Sudirman Said telah melawan hukum dengan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) No 4 tahun 2009 tentang Minerba yang melarang keras melakukan ekspor konsentrat, serta tidak tunduk terhadap UUD 1945 .
“Perbuatan Sudirman adalah kejahatan pidana dan dapat dijerat karena melawan hukum UU Minerba dan tidak tunduk terhadap UUD 1945,” tulis Usman kepada Aktual.com Jum’at (19/2).
Tidak hanya berhenti disitu,
bahkan menurut Yusman, Sudirman juga telah melakukan penyimpangan terhadap Kontrak Karya yang ditandantangani pada 30 Desember 1991.
Berdasarkan keterangannya, kewajiban divestasi sebesar 51% seharusnya sudah selesai paling lambat Desember 2011 sesuai pasal 24 ayat 2 a dan b dari Kontrak Karya tersebut, namun dalam hal ini terjadi pembiaran dan kewajiban tesebut tidak terpenuhi.
Selain ini Yusman melihat banyak intrik aneh yang dilakukan pemerintah, diantaranya perintah Meneg BUMN kepada beberapa BUMN untuk melakukan kajian pembelian saham ‘busuk’ PT FI sebesar 10 % dan dikaitkan dengan rencana revisi UU Minerba, hal itu tidak lain tujuannya intuk mempercepat perpanjangan operasi PT FI yang seharusnya baru bisa diproses Januari tahun 2020.
“Modus ini bisa dilakukan setelah revisi UU Minerba yang dijanjikan pertengahan tahun 2016 selesai di DPR RI, apalagi seperti kita ketahui bahwa Ketua Komisi 7 DPR RI sudah Gus Irawan Pasaribu dari latar belakang mantan Dirut BPDSU, ini akan menjadi peluang mengumpulkan ‘pundi-pundi’ menghadapi pileg dan pilpres 2019,” tukasnya.
Karena dia menelaah bahwa revisi UU tersebut, tidak subtansial pada permasalahan pengelolaan minerba sehingga motif dari revisi tersebut hanyalah berburu ‘rente’ dengan memberi kelonggaran pada Freeport.
“Padahal jauh lebih penting saat ini merevisi UU Migas no 22 tahun 2001 dan Undang energi no 30 tahun 2007 agar diatur lebih detail sektor hulu untuk sektor energi baru dan terbarukan daripada UU Minerba,” pungkasnya.
(Nebby)