Buya Syafii Tegaskan ISIS Hanya `Alat` Mengobok-obok Islam

Buya Syafii Tegaskan ISIS Hanya `Alat` Mengobok-obok Islam
SujaNEWS.com —  Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Ahmad Syafii Maarif memastikan bahwa gerakan Negara Islam (ISIS) hanya alat yang digunakan untuk mengobok-obok negara Islam atau negara berpenduduk mayoritas Muslim.

"Tetapi, hal itu terjadi karena kesalahan kita sendiri, sebab kita tidak siap dengan perbedaan. Sehingga kita mudah berkelahi dan hal itu yang dimanfaatkan (sebagai alat) orang lain," katanya seperti dikutip Antara, Jumat (19/2).

Menurut Buya Syafii, begitu dia disapa, kalangan radikal ada yang beralasan bahwa mereka tidak terima dengan umat Islam yang dihina di Palestina dan sebagainya.

"Itu bukan faktor penyebab, karena para radikalis itu bukan memerangi Israel, melainkan justru membantai sesama Islam yang kebetulan menjadi oposisi di Mesir, Irak, Syiria, bahkan sampai sekarang tak selesai dan korbannya sesama Muslim," jelasnya.

Karena itu, dia mengimbau seluruh umat Islam harus kembali kepada Al Quran, karena Al Quran sangat toleran dan mudah menerima perbedaan dibandingkan dengan umat Islam itu sendiri.

"Surah Yunus menyebut jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi, seluruhnya, maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya," bebernya.

Artinya, ungkap Buya, Tuhan tidak tersinggung dan bahkan menghendaki pluralitas atau kebhinnekaan, karena itu tidak boleh ada upaya memaksakan agama, sebab ketidaksiapan menerima perbedaan akan justru menjadi alat pihak lain untuk mempermainkan.

"Kalau ada umat Islam yang suka kekerasan berarti dia tidak iqra pada Al Quran. Warga Muhammadiyah juga belum siap berbeda, padahal pendiri Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan memiliki dokumen Muhammadiyah tanpa azas, tapi warga Muhammadiyah sekarang berdebat soal azas, apakah azas Pancasila atau azas Islam," jelasnya.

Dia menambahkan bahwa perbedaan, kebhinekaan atau pluralitas penting dan diajarkan oleh Islam, namun perbedaan yang ada bukan untuk memicu konflik, melainkan untuk saling memahami.

"Memahami itu bukan meyakini lho, karena banyak orang yang salah paham terhadap pluralitas, karena pluralitas dinilai akan menyamakan agama atau ajaran agama, padahal pluralitas itu sebatas menerima dan memahami, tidak lebih. Itulah Rahmatan lil Alamin," jelas Buya yang juga Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UGM Yogyakarta. [wah]