SujaNEWS.com — Kenaikan harga daging sapi hingga Rp 130.000/kg pada awal 2016 ini disikapi Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan perubahan aturan impor ternak maupun produk hewan yang tak lagi memakai basis negara, melainkan zonasi. Kebijakan ini merupakan salah satu isi dari Paket Ekonomi Jilid IX yang diumumkan 27 Januari 2016 kemarin.
Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Sarman Simanjorang, menyambut baik kebijakan baru ini. Dengan begitu, Indonesia tak lagi bergantung pada Australia dan Selandia Baru untuk pasokan sapi. Kini impor sapi dari India pun dimungkinkan.
“Pemerintah akan membuka peluang impor sapi dan daging sapi dengan sistem zona base dari suatu negara. Dengan demikian ketergantungan kita selama ini terhadap Australia dan Selandia Baru semakin berkurang,” kata Sarman di Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Tetapi, Sarman berpesan agar pemerintah berhati-hati jika ingin mengimpor sapi dengan sistem zona base. Jangan sampai sapi yang diimpor terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK).
“Pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan negara yang akan memasok sapi maupun daging karena menyangkut kesehatan sapinya. Harus ada penelitian mendalam sejauh mana negara tersebut terbebas dari PMK,” ujarnya.
Untuk implementasi sistem zona base pada tahap awal, Sarman menyarankan agar Indonesia tidak langsung mengimpor sapi hidup, tapi daging sapi dulu.
“Untuk awalnya akan lebih naik yang dibuka hanya daging tanpa tulang, sedangkan sapi bakalan perlu aturan khusus sehingga yang diimpor benar-benar bebas PMK,” ucapnya.
Bila kebijakan ini tidak dipersiapkan dengan baik, dan virus PMK sampai menyerang Indonesia, akibatnya akan sangat berbahaya, populasi sapi di Indonesia bakal anjlok, produk makanan olahan berbahan baku daging sapi dari Indonesia bakal terkena larangan ekspor, serta butuh waktu panjang dan biaya besar untuk kembali membebaskan diri dari PMK. “Jika virus PMK masuk ke Indonesia maka akan memakan waktu lama untuk menghilangkannya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi pekan lalu baru saja mengeluarkan paket kebijakan ekonomi IX. Kebijakan kedua dalam paket ini mengatur impor ternak maupun produk hewan tak lagi memakai basis negara, melainkan zonasi. Kebijakan ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
“Pemerintah menyiapkan PP untuk memperluas kemungkinan pemasukan ternak atau daging ke dalam negeri. Kalau tadi pendekatannya adalah menurut negara, maka ke depan pendekatannya akan lebih luwes, yaitu melalui zonasi,” ujar Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Darmin Nasution.
Melalui penentuan impor secara zonasi, maka bisa saja memasok ternak maupun produk hewan zona tertentu di suatu negara yang dianggap belum bebas dari penyakit berbahaya bagi ternak.
“Mungkin secara negara dianggap tidak bebas penyakit tertentu yang membahayakan, tapi bisa saja ada satu zona dari negara itu . Terutama di negara yang besar, jadi kalau negara kecil tidak bisa juga,” kata Darmin.
Darmin juga menyebut beberapa negara yang bisa menjadi sumber pasokan ternak antara lain India, Australia dan Selandia Baru. “Misalnya seperti India, kita bisa memasok ternak dari daerah itu kalau tadinya kita hanya terbatas betul. Yang tidak terlalu jauh dari Australia dan Selandia Baru. Sekarang bisa yang lain,” pungkas Darmin.
Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Sarman Simanjorang, menyambut baik kebijakan baru ini. Dengan begitu, Indonesia tak lagi bergantung pada Australia dan Selandia Baru untuk pasokan sapi. Kini impor sapi dari India pun dimungkinkan.
“Pemerintah akan membuka peluang impor sapi dan daging sapi dengan sistem zona base dari suatu negara. Dengan demikian ketergantungan kita selama ini terhadap Australia dan Selandia Baru semakin berkurang,” kata Sarman di Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Tetapi, Sarman berpesan agar pemerintah berhati-hati jika ingin mengimpor sapi dengan sistem zona base. Jangan sampai sapi yang diimpor terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK).
“Pemerintah harus hati-hati dalam menetapkan negara yang akan memasok sapi maupun daging karena menyangkut kesehatan sapinya. Harus ada penelitian mendalam sejauh mana negara tersebut terbebas dari PMK,” ujarnya.
Untuk implementasi sistem zona base pada tahap awal, Sarman menyarankan agar Indonesia tidak langsung mengimpor sapi hidup, tapi daging sapi dulu.
“Untuk awalnya akan lebih naik yang dibuka hanya daging tanpa tulang, sedangkan sapi bakalan perlu aturan khusus sehingga yang diimpor benar-benar bebas PMK,” ucapnya.
Bila kebijakan ini tidak dipersiapkan dengan baik, dan virus PMK sampai menyerang Indonesia, akibatnya akan sangat berbahaya, populasi sapi di Indonesia bakal anjlok, produk makanan olahan berbahan baku daging sapi dari Indonesia bakal terkena larangan ekspor, serta butuh waktu panjang dan biaya besar untuk kembali membebaskan diri dari PMK. “Jika virus PMK masuk ke Indonesia maka akan memakan waktu lama untuk menghilangkannya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi pekan lalu baru saja mengeluarkan paket kebijakan ekonomi IX. Kebijakan kedua dalam paket ini mengatur impor ternak maupun produk hewan tak lagi memakai basis negara, melainkan zonasi. Kebijakan ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
“Pemerintah menyiapkan PP untuk memperluas kemungkinan pemasukan ternak atau daging ke dalam negeri. Kalau tadi pendekatannya adalah menurut negara, maka ke depan pendekatannya akan lebih luwes, yaitu melalui zonasi,” ujar Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Darmin Nasution.
Melalui penentuan impor secara zonasi, maka bisa saja memasok ternak maupun produk hewan zona tertentu di suatu negara yang dianggap belum bebas dari penyakit berbahaya bagi ternak.
“Mungkin secara negara dianggap tidak bebas penyakit tertentu yang membahayakan, tapi bisa saja ada satu zona dari negara itu . Terutama di negara yang besar, jadi kalau negara kecil tidak bisa juga,” kata Darmin.
Darmin juga menyebut beberapa negara yang bisa menjadi sumber pasokan ternak antara lain India, Australia dan Selandia Baru. “Misalnya seperti India, kita bisa memasok ternak dari daerah itu kalau tadinya kita hanya terbatas betul. Yang tidak terlalu jauh dari Australia dan Selandia Baru. Sekarang bisa yang lain,” pungkas Darmin.