SujaNEWS.com — Sebagian besar masyarakat Provinsi Bengkulu risau dengan hadirnya beberapa toko usaha ritel dan waralaba besar di Indonesia seperti Indomaret di daerah mereka. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan serta kritik akan semakin merambahnya gaya bisnis ala perkotaan modern di Bengkulu.
Ketua Presidium Gerakan#AyoBangunBengkulu, Rakhmat Abril Kholis mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadikan isu tentang Indomaret ini menjadi sangat sentral di tengah masyarakat umum. Pertama, belum adanya izin usaha yang legal dari Dinas Industri dan Perdagangan, Sekda, ataupun Walikota Bengkulu kepada pihak Indomaret.
Harusnya, Indomaret dapat menghormati prinsip-prinsip yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 53/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.
“Dalam peraturan tersebut, Indomaret diwajibkan untuk mengurus izin prinsip dari kepala daerah, hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat, rencana kemitraan dengan usaha mikro, surat pernyataan sanggup untuk melaksanakan ketentuan yang berlaku, studi kelayakan dampak lingkungan dan lain-lain,” ujar Rakhmat dalam rilisnya, Kamis (31/12).
Kedua, fakta di lapangan membuktikan bahwa usaha retil sejenis Indomaret menjadi resisten jika diizinkan untuk berdiri di daerah yang tengah berkembang. Hal ini telah terjadi di Lampung dan daerah lainnya.
Ketiga, berdirinya Indomaret di Provinsi Bengkulu menjadi momok bagi para pedagang tradisional. Pedagang tradisional akan otomatis kalah saing dengan adanya usaha retil modern semacam ini. Hal ini juga mengindikasikan munculnya jilid baru kemiskinan sistemis di Bengkulu.
Menurut data yang dihimpun dari litbang media beritasatu.com, Provinsi Bengkulu ditetapkan sebagai daerah termiskin di wilayah Sumatera dan berada pada urutan keenam termiskin di Tanah Air. Hal ini terjadi karena angka kemiskinan di Bengkulu, selama 2009-2014 hanya berkurang sebesar 1,05 persen.
Seirama dengan itu, menurut data yang dilansir oleh kompas.com, pencapaian angka kemiskinan Provinsi Bengkulu selalu di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Tahun 2014, target penurunannya sebesar 17-16,75 persen, sedangkan angka yang dicapai adalah 17,09 persen sehingga perlu diturunkan paling tidak sebesar 0,9 persen untuk mencapai target RPJMD 2014. Ini menjadi bukti bahwa berdirinya Indomaret di Bengkulu tidak selaras dengan visi pembangunan daerah, malah akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bengkulu.
Maka dari itu, Gerakan #AyoBangunBengkulu mendukung penuh upaya pemerintah daerah khususnya anggota dewan dan perangkatnya untuk menindak tegas status berdirinya Indomaret di Kota Bengkulu.
“Mari bersama kita mulai ikutserta membangun daerah dengan tidak mematikan potensi-potensi sumber kehidupan masyarakat daerah,” demikian Rakhmat yang juga aktivis DEMA FISIP UIN Jakarta dan KAMMI Tangsel ini.(ts/rmol)
Ketua Presidium Gerakan#AyoBangunBengkulu, Rakhmat Abril Kholis mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadikan isu tentang Indomaret ini menjadi sangat sentral di tengah masyarakat umum. Pertama, belum adanya izin usaha yang legal dari Dinas Industri dan Perdagangan, Sekda, ataupun Walikota Bengkulu kepada pihak Indomaret.
Harusnya, Indomaret dapat menghormati prinsip-prinsip yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 53/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern.
“Dalam peraturan tersebut, Indomaret diwajibkan untuk mengurus izin prinsip dari kepala daerah, hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat, rencana kemitraan dengan usaha mikro, surat pernyataan sanggup untuk melaksanakan ketentuan yang berlaku, studi kelayakan dampak lingkungan dan lain-lain,” ujar Rakhmat dalam rilisnya, Kamis (31/12).
Kedua, fakta di lapangan membuktikan bahwa usaha retil sejenis Indomaret menjadi resisten jika diizinkan untuk berdiri di daerah yang tengah berkembang. Hal ini telah terjadi di Lampung dan daerah lainnya.
Ketiga, berdirinya Indomaret di Provinsi Bengkulu menjadi momok bagi para pedagang tradisional. Pedagang tradisional akan otomatis kalah saing dengan adanya usaha retil modern semacam ini. Hal ini juga mengindikasikan munculnya jilid baru kemiskinan sistemis di Bengkulu.
Menurut data yang dihimpun dari litbang media beritasatu.com, Provinsi Bengkulu ditetapkan sebagai daerah termiskin di wilayah Sumatera dan berada pada urutan keenam termiskin di Tanah Air. Hal ini terjadi karena angka kemiskinan di Bengkulu, selama 2009-2014 hanya berkurang sebesar 1,05 persen.
Seirama dengan itu, menurut data yang dilansir oleh kompas.com, pencapaian angka kemiskinan Provinsi Bengkulu selalu di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Tahun 2014, target penurunannya sebesar 17-16,75 persen, sedangkan angka yang dicapai adalah 17,09 persen sehingga perlu diturunkan paling tidak sebesar 0,9 persen untuk mencapai target RPJMD 2014. Ini menjadi bukti bahwa berdirinya Indomaret di Bengkulu tidak selaras dengan visi pembangunan daerah, malah akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bengkulu.
Maka dari itu, Gerakan #AyoBangunBengkulu mendukung penuh upaya pemerintah daerah khususnya anggota dewan dan perangkatnya untuk menindak tegas status berdirinya Indomaret di Kota Bengkulu.
“Mari bersama kita mulai ikutserta membangun daerah dengan tidak mematikan potensi-potensi sumber kehidupan masyarakat daerah,” demikian Rakhmat yang juga aktivis DEMA FISIP UIN Jakarta dan KAMMI Tangsel ini.(ts/rmol)