SujaNEWS.com — Bank-bank Indonesia menjadi sasaran utang pemerintahan Jokowi-JK di dalam melanggengkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang telah diresmikan beberapa waktu lalu. Total utang yang mesti ditanggung oleh bank-bank tersebut senilai Rp. 42 triliun kepada pihak Cina, dalam hal ini CBD (bank pembangunan Cina).
“Sejumlah utang itu kita tahu berasal dari Bank Pembangunan Cina. CBD memberikan utang senilai US$3 miliar, atau sekitar Rp42 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI),” tulisn akun Twitter milik partai Gerindra, @gerindra, beberapa waktu lalu.
Persoalannya, utang tadi, misalnya Gerindra menyebut, tenornya 10 tahun, sementara “payback period” proyek yang dibiayainya diperkirakan puluhan tahun. “Meskipun utang tadi bersifat B to B, namun kemungkinan kegagalan BUMN kita dalam menangani utang itu tetap akan membahayakan APBN.”
Selain itu Gerindra berpendapat bahwa yang dikatakan Jokowi proyek kereta cepat tidak menggunakan APBN akan mengkerdilkan masyarakat di dalam mengamati dan mengetahui. Sebab, dari nihilnya peran APBN tersebut, Gerindra menilai justru akan menutupi peran proyek tersebut dari pembiayaan oleh Asing.
“Klaim Jokowi bahwa berbagai proyek pembangunan infrastruktur itu tidak dibiayai oleh APBN, sebenarnya harus dibaca sebagai usaha untuk melonggarkan dan bahkan memutus kontrol publik terhadap sejumlah proyek pembangunan infrastruktur. Pernyataan itu juga berusaha untuk menutupi kenyataan bahwa proyek-proyek itu telah dibiayai oleh utang.”
Dan menurut Gerindra, yang sangat anehnya Iran juga telah mulai mengerjakan proyek kereta cepat dengan perusahaan China yang sama senilai 2,73 miliar dollar AS. Dengan jarak tempuh 400 kilometer dari ibukota Teheran menuju kota Isfahan.
“Kenapa Proyek kereta cepat di Indonesia dengan rute lebih pendek; 142 kilometer, namun biayanya lebih besar, yaitu 5,5 miliar dolar AS. @Fraksi_Gerindra meminta Jokowi dan pihak yang bersangkutan dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung untuk menunda proyek tersebut.”
“Sejumlah utang itu kita tahu berasal dari Bank Pembangunan Cina. CBD memberikan utang senilai US$3 miliar, atau sekitar Rp42 triliun kepada PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI),” tulisn akun Twitter milik partai Gerindra, @gerindra, beberapa waktu lalu.
Persoalannya, utang tadi, misalnya Gerindra menyebut, tenornya 10 tahun, sementara “payback period” proyek yang dibiayainya diperkirakan puluhan tahun. “Meskipun utang tadi bersifat B to B, namun kemungkinan kegagalan BUMN kita dalam menangani utang itu tetap akan membahayakan APBN.”
Selain itu Gerindra berpendapat bahwa yang dikatakan Jokowi proyek kereta cepat tidak menggunakan APBN akan mengkerdilkan masyarakat di dalam mengamati dan mengetahui. Sebab, dari nihilnya peran APBN tersebut, Gerindra menilai justru akan menutupi peran proyek tersebut dari pembiayaan oleh Asing.
“Klaim Jokowi bahwa berbagai proyek pembangunan infrastruktur itu tidak dibiayai oleh APBN, sebenarnya harus dibaca sebagai usaha untuk melonggarkan dan bahkan memutus kontrol publik terhadap sejumlah proyek pembangunan infrastruktur. Pernyataan itu juga berusaha untuk menutupi kenyataan bahwa proyek-proyek itu telah dibiayai oleh utang.”
Dan menurut Gerindra, yang sangat anehnya Iran juga telah mulai mengerjakan proyek kereta cepat dengan perusahaan China yang sama senilai 2,73 miliar dollar AS. Dengan jarak tempuh 400 kilometer dari ibukota Teheran menuju kota Isfahan.
“Kenapa Proyek kereta cepat di Indonesia dengan rute lebih pendek; 142 kilometer, namun biayanya lebih besar, yaitu 5,5 miliar dolar AS. @Fraksi_Gerindra meminta Jokowi dan pihak yang bersangkutan dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung untuk menunda proyek tersebut.”