Pengamat: Konflik Singkil didramatisasi dari Jokowi untuk alihkan isu negara yang sedang bobrok

Pengamat: Konflik Singkil didramatisasi dari Jokowi untuk alihkan isu negara yang sedang bobrok
SujaNEWS.com — Konflik di Aceh Singkil bukan terkait soal intelijen yang lemah, tetapi user intelijen yang gagap untuk membuat solusi yang adil, karena biasanya yang harus dimenangkan adalah minoritas.
Analisis itu disampaikan pengamat intelijen Harits Abu Ulya menanggapi polemik soal penyebab konflik di Aceh Singkil.

Pendiri The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu juga menegaskan bahwa, konflik di Singkil berbeda dengan konflik di Tolikara, Papua. “Tolikara: umat Islam dilarang ibadah. Singkil: umat Kristen melanggar hukum dan jumawa sejak gesekan tahun 1979. # Tolikara Vs Singkil,” tulis Harits di akun Twitter @HaritsAbuUlya.

Di sisi lain, Harits menilai, bahwa “dramatisasi” konflik Singkil telah berhasil “mengalihkan isu soal kondisi negara yang sedang “bobrok”. “Dramatisasi Singkil dimulai dari RI 1, kemudian menggeliat digoreng media akhirnya bisa mengalihkan soal negara yang bobrok..#politisasi Singkil,” tegas ‏@HaritsAbuUlya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nadjamuddin Ramly menegaskan bahwa peristiwa Singkil berbeda dengan tragedi Tolikara. Di mana, di Tolikara, tidak ada pelanggaran dalam pendirian rumah ibadah. Yang terjadi di Tolikara adalah orang Islam yang sedang menjalankan shalat Idul Fitri tiba-tiba diserang.

Menurut Nadjamuddin, kesalahan Tolikara adalah aparat pemerintah tidak bertanggungjawab, tidak becus menegakkan konstitusi negara, sehingga kelompok minoritas menjadi terancam. Berbeda dengan kasus yang terjadi di Aceh Singkil, yakni semata pelanggaran hukum, yang kemudian diselesaikan tidak secara hukum.
“Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dari awal harusnya sudah mengantisipasi pembangunan gereja tanpa izin. Jika diantisipasi dari awal, tidak akan terjadi seperti ini. Terlebih, elemen masyarakat sudah memberi peringatan kepada Pemkab untuk menegakkan aturan, bahkan memberi batas waktu agar persyaratan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dipenuhi,” tegas Nadjamuddin kepada wartawan di kantor MUI, Jakarta (14/10). [il]

Sumber : POSMETRO INFO