SujaNEWS.com — Setelah mencoba bertahan selama enam bulan terakhir rupiah sudah melemah 13 persen mencapai di angka 14.000 rupiah. Akibat gonjang ganjing rupiah ini efeknya sudah merembet kemana mana, bahkan ke masalah sosial.
Ratusan pabrik sudah tutup, puluhan ribu buruh juga sudah di PHK di mana mana. Pengangguran sudah meningkat tajam, melansir TV One untuk tahun ini bahkan akan datang 500 ribuan pengangguran baru lulus sekolah.
Dr. Lee Boon Keng dari Singapore Management University beberapa waktu lalu pernah menyatakan analsisinya di berbagai media dengan bunyinya kontroversial: nilai tukar rupiah berpotensi ambruk ke level Rp25.000 per dolar AS.
“Jangan berfikir bahwa segalanya baik-baik saja. Kurs rupiah sekarang sudah lewat 13.000 per dolar. Dari angka itu ke 25.000 tidaklah jauh,” kata Boon Keng di sela-sela seminar bertajuk “Indonesia Financial and Economic Conference”.
Sementara itu berdasarkan data BI cadangan devisa negara yang sejak awal januari 2015 hingga akhir bulan Juli 2015 ini sudah menipis jauh, tersisa US$ 107,55 miliar atau berkurang US$6,69 miliar. Terkurasnya cadangan devisa ini di duga akibat operasi pasar BI yang terus mengguyur pasar uang dengan us dolar.
Di lain pihak analis pasar uang dari Eshandar Artha Mas Berjangka, Tony Mariano, mengatakan intervensi Bank Indonesia tidak cukup untuk menahan laju dolar yang didasari motif spekulasi. “Permintaan dolar justru kebanyakan untuk antisipasi pelemahan rupiah,” kata dia kepada Tempo, Senin 24 Agustus 2015.
Tony mengingatkan bahwa nilai cadangan devisa terus menunjukkan penurunan hingga terkuras hampir us$ 7 Miliar, maka Tony pun ragu akan kemampuan instrumen BI tersebut dalam menjaga kurs rupiah. Apalagi ada kendala ambang batas aman yang ditetapkan Dana Moneter Internasional (IMF), di mana cadangan devisa harus menutupi kebutuhan impor untuk 3-4 bulan. “BI tak mungkin terus menabur dolar ke pasar uang,” ujarnya.
Ekonom Bank Internasional Indonesia, Juniman, juga memperingatkan Bank Indonesia agar tidak terus menggunakan cadangan devisa. “Karena tekanan atas rupiah akan terus terjadi,” katanya. Yang terpenting, kata Juniman, pemerintah harus membentuk iklim ekonomi yang kondusif agar investor terus menanamkan modalnya. Penyerapan anggaran belanja infrastruktur pun harus dipercepat.
Juniman memperkirakan rupiah bakal terus merosot hingga ke level 14.400 pada akhir September nanti. Ada dua faktor yang membuat rupiah kian tertekan, yakni rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed’s Rate) dan devaluasi mata uang yuan Cina.(ace/tem/bark)
Ratusan pabrik sudah tutup, puluhan ribu buruh juga sudah di PHK di mana mana. Pengangguran sudah meningkat tajam, melansir TV One untuk tahun ini bahkan akan datang 500 ribuan pengangguran baru lulus sekolah.
Dr. Lee Boon Keng dari Singapore Management University beberapa waktu lalu pernah menyatakan analsisinya di berbagai media dengan bunyinya kontroversial: nilai tukar rupiah berpotensi ambruk ke level Rp25.000 per dolar AS.
“Jangan berfikir bahwa segalanya baik-baik saja. Kurs rupiah sekarang sudah lewat 13.000 per dolar. Dari angka itu ke 25.000 tidaklah jauh,” kata Boon Keng di sela-sela seminar bertajuk “Indonesia Financial and Economic Conference”.
Sementara itu berdasarkan data BI cadangan devisa negara yang sejak awal januari 2015 hingga akhir bulan Juli 2015 ini sudah menipis jauh, tersisa US$ 107,55 miliar atau berkurang US$6,69 miliar. Terkurasnya cadangan devisa ini di duga akibat operasi pasar BI yang terus mengguyur pasar uang dengan us dolar.
Di lain pihak analis pasar uang dari Eshandar Artha Mas Berjangka, Tony Mariano, mengatakan intervensi Bank Indonesia tidak cukup untuk menahan laju dolar yang didasari motif spekulasi. “Permintaan dolar justru kebanyakan untuk antisipasi pelemahan rupiah,” kata dia kepada Tempo, Senin 24 Agustus 2015.
Tony mengingatkan bahwa nilai cadangan devisa terus menunjukkan penurunan hingga terkuras hampir us$ 7 Miliar, maka Tony pun ragu akan kemampuan instrumen BI tersebut dalam menjaga kurs rupiah. Apalagi ada kendala ambang batas aman yang ditetapkan Dana Moneter Internasional (IMF), di mana cadangan devisa harus menutupi kebutuhan impor untuk 3-4 bulan. “BI tak mungkin terus menabur dolar ke pasar uang,” ujarnya.
Ekonom Bank Internasional Indonesia, Juniman, juga memperingatkan Bank Indonesia agar tidak terus menggunakan cadangan devisa. “Karena tekanan atas rupiah akan terus terjadi,” katanya. Yang terpenting, kata Juniman, pemerintah harus membentuk iklim ekonomi yang kondusif agar investor terus menanamkan modalnya. Penyerapan anggaran belanja infrastruktur pun harus dipercepat.
Juniman memperkirakan rupiah bakal terus merosot hingga ke level 14.400 pada akhir September nanti. Ada dua faktor yang membuat rupiah kian tertekan, yakni rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed’s Rate) dan devaluasi mata uang yuan Cina.(ace/tem/bark)