SujaNEWS.com — Beberapa pemerintah daerah di wilayah Xinjiang Cina sedang meningkatkan kontrol terhadap Muslim Uighur menjelang Ramadhan dengan melarang mereka berpuasa.
Dalam beberapa hari terakhir, media pemerintah dan website pemerintah di Xinjiang telah menerbitkan berita dan pemberitahuan resmi yang meminta kepada anggota partai, PNS, siswa dan mahasiswa serta guru pada khususnya untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan, sesuatu yang terjadi juga pada tahun lalu, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin, Selasa (15/6/2015).
Di wilayah Jinghe yang dekat perbatasan Kazakhstan, pejabat keamanan pangan memutuskan pekan lalu bahwa mereka akan “membimbing dan mendorong” restoran halal untuk tetap terbuka seperti biasa selama bulan Ramadhan, kata pemerintah di situsnya.
Akan tetapi restoran yang tetap terbuka itu akan mendapatkan pantauan dari pengawas keamanan pangan, tambahnya.
Lembaga pemerintah lainnya juga memberikan instruksi yang sama.
Kelompok Uighur dan aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa kebijakan represif pemerintah di Xinjiang, termasuk pembatasan untuk menjalankan agama, telah memicu kerusuhan.
“Cina meningkatkan larangannya dan melakukan pengawasan saat Ramadhan tiba. Muslim Uighur telah sangat dipolitisasi, dan peningkatan kontrol itu bisa menyebabkan resistensi yang tajam, ” Dilxat Raxit, juru bicara kelompok Uighur di pengasingan, Kongres Uighur Dunia, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara pemerintah Xinjiang menolak memberi komentar terkait hal ini.
Pemerintah Cina selalu membantah bahwa mereka berusaha untuk mengekang Muslim untuk puasa, meskipun para pejabat dan para pemuda dilarang berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.
Pada Ahad (14/6), kepala Partai Komunis Xinjiang, Zhang Chunxian, memperingatkan bahwa stabilitas di kawasan ini menghadapi “tekanan berkelanjutan” dari “ekstremis agama”.
Partai Komunis Cina mengatakan bahwa mereka melindungi kebebasan beragama, tetapi mereka melakukan kontrol ketat terhadap kegiatan keagamaan dan memungkinkan hanya bagi lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
Cina memiliki sekitar 20 juta Muslim yang tersebar di seluruh negeri, sebagian besar mereka adalah etnis Uighur, kelompok etnis yang berbicara bahasa Turki yang tinggal di Xinjiang.
(ameera/arrahmah.com/Sujanews)
Dalam beberapa hari terakhir, media pemerintah dan website pemerintah di Xinjiang telah menerbitkan berita dan pemberitahuan resmi yang meminta kepada anggota partai, PNS, siswa dan mahasiswa serta guru pada khususnya untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan, sesuatu yang terjadi juga pada tahun lalu, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin, Selasa (15/6/2015).
Di wilayah Jinghe yang dekat perbatasan Kazakhstan, pejabat keamanan pangan memutuskan pekan lalu bahwa mereka akan “membimbing dan mendorong” restoran halal untuk tetap terbuka seperti biasa selama bulan Ramadhan, kata pemerintah di situsnya.
Akan tetapi restoran yang tetap terbuka itu akan mendapatkan pantauan dari pengawas keamanan pangan, tambahnya.
Lembaga pemerintah lainnya juga memberikan instruksi yang sama.
Kelompok Uighur dan aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa kebijakan represif pemerintah di Xinjiang, termasuk pembatasan untuk menjalankan agama, telah memicu kerusuhan.
“Cina meningkatkan larangannya dan melakukan pengawasan saat Ramadhan tiba. Muslim Uighur telah sangat dipolitisasi, dan peningkatan kontrol itu bisa menyebabkan resistensi yang tajam, ” Dilxat Raxit, juru bicara kelompok Uighur di pengasingan, Kongres Uighur Dunia, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara pemerintah Xinjiang menolak memberi komentar terkait hal ini.
Pemerintah Cina selalu membantah bahwa mereka berusaha untuk mengekang Muslim untuk puasa, meskipun para pejabat dan para pemuda dilarang berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.
Pada Ahad (14/6), kepala Partai Komunis Xinjiang, Zhang Chunxian, memperingatkan bahwa stabilitas di kawasan ini menghadapi “tekanan berkelanjutan” dari “ekstremis agama”.
Partai Komunis Cina mengatakan bahwa mereka melindungi kebebasan beragama, tetapi mereka melakukan kontrol ketat terhadap kegiatan keagamaan dan memungkinkan hanya bagi lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
Cina memiliki sekitar 20 juta Muslim yang tersebar di seluruh negeri, sebagian besar mereka adalah etnis Uighur, kelompok etnis yang berbicara bahasa Turki yang tinggal di Xinjiang.
(ameera/arrahmah.com/Sujanews)