SujaNEWS.com — Oleh: Henny Ummu Ghiyas Faris, www.ummughiyas.blogspot.com
PEKAN ini dilaksanan Ujian Nasional (UN) bagi siswa Sekolah Menengah Atas dan sederajat. UN kali ini dilakukan dalam dua versi, berbasis kertas dan berbasis komputer. Untuk berbasis kertas, UN dilaksanakan pada 13 April hingga 15 April. Dan UN berbasis komputer diselenggarakan 13-16 April dan 20-21 April 2015.
Tidak semua sekolah di Indonesia bisa melakukan UN berbasis komputer tahun ini. Parahnya, untuk ukuran Ibu Kota, di Jakarta ujian berbasis komputer masih jarang. Hal ini ditengarai karena rasio jumlah komputer. Jadi banyak SMA bagus tapi jumlah komputernya tidak memadai. Hal ini dijelaskan Menteri Anies Baswedan setelah meninjau kesiapan UN, Minggu (13/4/2015). Anies memberikan contoh di salah satu sekolah yang memiliki 300 peserta, dan hanya ada 60 komputer. Nah, itu semua dikarenakan murid-murid sekolah di perkotaan memiliki laptop. (news.detik.com, 13/04/2015)
Kota yang paling tinggi menyelenggarakan UN berbasis komputer adalah Yogyakarta dengan 9,7 persen. Disusul Papua 3,4 persen sekolah. Dan paling banyak SMK karena mereka menggunakan komputer lebih banyak.
Kebijakan UN dengan mekanisme berbasis komputer telah menimbulkan kekhawatiran terjadinya kendala dalam pelaksanaannya. Kekhawatiran ini akhirnya terjadi, di SMKN 3 Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta, 27 siswa tidak dapat mengikuti UN dikarenakan terjadi kendala pada sistem komputer online, Senin (13/4/2015). Para siswa tidak bisa login saat akan mengerjakan UN.
Kendala yang menimpa peserta UN di SMKN 3 ini terjadi sejak menit pertama atau saat siswa masuk ruang ujian pukul 07.30 WIB. Saat itu para siswa yang berjumlah 179 orang mulai mengoperasikan komputer sebagai sarana mengerjakan soal ujian. Namun, sejumlah siswa tampak kebingungan saat mereka tidak bisa login untuk masuk ke sistem komputer online.
Di SMKN 3 Kasihan ujian digelar sebanyak 3 sesi dengan menggunakan 3 lab komputer dengan peserta 20 siswa tiap lab. Dari jumlah peserta di sesi pertama ini sebanyak 27 siswa mengalami kendala pada komputernya. Jumlah tersebut berasal dari lab ruang nomor 2 sebanyak 10 siswa, 17 siswa di lab 3 sementara di ruang nomor 1 seluruh siswa tidak mengalami kendala. Akibat kendala ini pihak sekolah harus memanggil teknisi dari tim penyelenggara UN. Namun hingga satu jam ditangani, tidak ada tanda-tanda kendala ini teratasi.
Ada beberapa yang pindah komputer dan bisa melanjutkan ujian. Tapi karena komputer cadangan terbatas, siswa lain terpaksa menunda. Pihak sekolah sendiri belum dapat memastikan penyebab kegagalan login yang dialami para siswa ini. Akibat peristiwa ini, para siswa terpaksa harus ikut ujian susulan pada pekan depan. (news.detik.com, 13/04/2015)
Kendala dan gangguan itu tidak berhenti di situ saja, tetapi yang tak kalah ironisnya adalah tentang bocornya soal ujian di internet. Setelah diselidiki ternyata soalnya sama persis dengan soal ujian nasional kemarin. soal itu pun bisa diunduh para pengguna komputer dari dunia maya.
Apabila kita melihat hal demikian, kebijakan UN ini semestinya dikaji ulang, walaupun dengan dalih adanya kebijakan ini supaya kualitas pendidikan dengan cara mengejar aspek teknis. Tapi pada kenyataannya aspek teknis tersebut justru cukup melelahkan dan berbiaya besar, namun minim capaian kualitas. Yang harus diingat bahwa berhasilnya pendidikan suatu bangsa supaya bangsa itu bangkit mencapai kemajuannya. Sebaliknya kemunduran suatu bangsa karena gagalnya pendidikan.
Carut marut pendidikan yang terjadi kini, bisa dilihat dari penentuan visi-misinya, tujuan, kurikulum, metode, sampai pada pelaksanaan evaluasinya, telah nampak hasilnya selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan. Kisruh pelakasanaan dan hasil Ujian Nasional (UN) yang sudah terjadi beberapa tahun berjalan merupakan bukti nyata atas semua kondisi memprihatinkan tersebut.
Berbeda halnya dalam sistem pendidikan pada masa Khilafah Islamiyah yang handal dan dilakukan secara komprehensif, untuk mencapai tujuan pendidikan yang diridhai Allah SWT. Lihatlah sistem pendidikan yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al-Fatih, pendidikan Islam cukup maju. Karena Al-Fatih adalah Khalifah yang hebat, seorang pemimpin yang taat kepada Allah SWT.
Di samping mampu menaklukkan Konstantinopel, sebuah kota pertahanan militer paling kuat saat itu, beliau juga sangat perhatian terhadap pendidikan. Khalifah Al-Fatih mengeluarkan harta pribadi untuk membangun sekolah-sekolah di seluruh kota besar dan kecil. Sebagai kepala Negara, Khalifah Al-Fatih menetapkan manajemen sekolah, mengatur dalam jenjang dan tingkatan-tingkatan, menyusun kurikulum pada setiap level, termasuk sistem ujian untuk semua siswa.
Lebih dari itu Muhammad Al Fatih sebagai kepala Negara Khilafah yang wilayahnya sangat luas sekitar 2/3 dunia, masih menyempatkan waktu untuk memonitor dan membimbing pendidikan rakyatnya. Bahkan Al-Fatih tidak jarang datang ke sekolah, mendengarkan bagaimana guru mengajar. Beliau juga mengunjungi saat siswa ujian. Dan perhatiannya pada dunia pendidikan juga ditunjukkan dengan memberikan hadiah pada siswa berprestasi, padahal pendidikan diselenggarakan Negara Khilafah untuk rakyatnya secara gratis.
Dengan demikian jelaslah, bahwa hanya pendidikan Islam, proses pendidikan akan berjalan lancar, dan tujuan pendidikan Islam pun akan tercapai. Sabda Rasulullah; “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat”. Untuk itu, hanya Khilafah-lah yang memfasilitasi tertunaikannya kewajiban menuntut ilmu bagi seluruh rakyatnya (baik muslim/muslimat, maupun non Islam). Waallahu a’lam bish-Shawaab. []
PEKAN ini dilaksanan Ujian Nasional (UN) bagi siswa Sekolah Menengah Atas dan sederajat. UN kali ini dilakukan dalam dua versi, berbasis kertas dan berbasis komputer. Untuk berbasis kertas, UN dilaksanakan pada 13 April hingga 15 April. Dan UN berbasis komputer diselenggarakan 13-16 April dan 20-21 April 2015.
Tidak semua sekolah di Indonesia bisa melakukan UN berbasis komputer tahun ini. Parahnya, untuk ukuran Ibu Kota, di Jakarta ujian berbasis komputer masih jarang. Hal ini ditengarai karena rasio jumlah komputer. Jadi banyak SMA bagus tapi jumlah komputernya tidak memadai. Hal ini dijelaskan Menteri Anies Baswedan setelah meninjau kesiapan UN, Minggu (13/4/2015). Anies memberikan contoh di salah satu sekolah yang memiliki 300 peserta, dan hanya ada 60 komputer. Nah, itu semua dikarenakan murid-murid sekolah di perkotaan memiliki laptop. (news.detik.com, 13/04/2015)
Kota yang paling tinggi menyelenggarakan UN berbasis komputer adalah Yogyakarta dengan 9,7 persen. Disusul Papua 3,4 persen sekolah. Dan paling banyak SMK karena mereka menggunakan komputer lebih banyak.
Kebijakan UN dengan mekanisme berbasis komputer telah menimbulkan kekhawatiran terjadinya kendala dalam pelaksanaannya. Kekhawatiran ini akhirnya terjadi, di SMKN 3 Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta, 27 siswa tidak dapat mengikuti UN dikarenakan terjadi kendala pada sistem komputer online, Senin (13/4/2015). Para siswa tidak bisa login saat akan mengerjakan UN.
Kendala yang menimpa peserta UN di SMKN 3 ini terjadi sejak menit pertama atau saat siswa masuk ruang ujian pukul 07.30 WIB. Saat itu para siswa yang berjumlah 179 orang mulai mengoperasikan komputer sebagai sarana mengerjakan soal ujian. Namun, sejumlah siswa tampak kebingungan saat mereka tidak bisa login untuk masuk ke sistem komputer online.
Di SMKN 3 Kasihan ujian digelar sebanyak 3 sesi dengan menggunakan 3 lab komputer dengan peserta 20 siswa tiap lab. Dari jumlah peserta di sesi pertama ini sebanyak 27 siswa mengalami kendala pada komputernya. Jumlah tersebut berasal dari lab ruang nomor 2 sebanyak 10 siswa, 17 siswa di lab 3 sementara di ruang nomor 1 seluruh siswa tidak mengalami kendala. Akibat kendala ini pihak sekolah harus memanggil teknisi dari tim penyelenggara UN. Namun hingga satu jam ditangani, tidak ada tanda-tanda kendala ini teratasi.
Ada beberapa yang pindah komputer dan bisa melanjutkan ujian. Tapi karena komputer cadangan terbatas, siswa lain terpaksa menunda. Pihak sekolah sendiri belum dapat memastikan penyebab kegagalan login yang dialami para siswa ini. Akibat peristiwa ini, para siswa terpaksa harus ikut ujian susulan pada pekan depan. (news.detik.com, 13/04/2015)
Kendala dan gangguan itu tidak berhenti di situ saja, tetapi yang tak kalah ironisnya adalah tentang bocornya soal ujian di internet. Setelah diselidiki ternyata soalnya sama persis dengan soal ujian nasional kemarin. soal itu pun bisa diunduh para pengguna komputer dari dunia maya.
Apabila kita melihat hal demikian, kebijakan UN ini semestinya dikaji ulang, walaupun dengan dalih adanya kebijakan ini supaya kualitas pendidikan dengan cara mengejar aspek teknis. Tapi pada kenyataannya aspek teknis tersebut justru cukup melelahkan dan berbiaya besar, namun minim capaian kualitas. Yang harus diingat bahwa berhasilnya pendidikan suatu bangsa supaya bangsa itu bangkit mencapai kemajuannya. Sebaliknya kemunduran suatu bangsa karena gagalnya pendidikan.
Carut marut pendidikan yang terjadi kini, bisa dilihat dari penentuan visi-misinya, tujuan, kurikulum, metode, sampai pada pelaksanaan evaluasinya, telah nampak hasilnya selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan. Kisruh pelakasanaan dan hasil Ujian Nasional (UN) yang sudah terjadi beberapa tahun berjalan merupakan bukti nyata atas semua kondisi memprihatinkan tersebut.
Berbeda halnya dalam sistem pendidikan pada masa Khilafah Islamiyah yang handal dan dilakukan secara komprehensif, untuk mencapai tujuan pendidikan yang diridhai Allah SWT. Lihatlah sistem pendidikan yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al-Fatih, pendidikan Islam cukup maju. Karena Al-Fatih adalah Khalifah yang hebat, seorang pemimpin yang taat kepada Allah SWT.
Di samping mampu menaklukkan Konstantinopel, sebuah kota pertahanan militer paling kuat saat itu, beliau juga sangat perhatian terhadap pendidikan. Khalifah Al-Fatih mengeluarkan harta pribadi untuk membangun sekolah-sekolah di seluruh kota besar dan kecil. Sebagai kepala Negara, Khalifah Al-Fatih menetapkan manajemen sekolah, mengatur dalam jenjang dan tingkatan-tingkatan, menyusun kurikulum pada setiap level, termasuk sistem ujian untuk semua siswa.
Lebih dari itu Muhammad Al Fatih sebagai kepala Negara Khilafah yang wilayahnya sangat luas sekitar 2/3 dunia, masih menyempatkan waktu untuk memonitor dan membimbing pendidikan rakyatnya. Bahkan Al-Fatih tidak jarang datang ke sekolah, mendengarkan bagaimana guru mengajar. Beliau juga mengunjungi saat siswa ujian. Dan perhatiannya pada dunia pendidikan juga ditunjukkan dengan memberikan hadiah pada siswa berprestasi, padahal pendidikan diselenggarakan Negara Khilafah untuk rakyatnya secara gratis.
Dengan demikian jelaslah, bahwa hanya pendidikan Islam, proses pendidikan akan berjalan lancar, dan tujuan pendidikan Islam pun akan tercapai. Sabda Rasulullah; “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat”. Untuk itu, hanya Khilafah-lah yang memfasilitasi tertunaikannya kewajiban menuntut ilmu bagi seluruh rakyatnya (baik muslim/muslimat, maupun non Islam). Waallahu a’lam bish-Shawaab. []