SujaNEWS.com — Saudaraku, kita semua tentu tahu, saat ini negara kita tengah dibelit berbagai persoalan yang sangat berat. Bila belakangan banyak orang menyerukan Save KPK, lebih dari itu kita sesungguhnya memerlukan Save Indonesia. Sebab,bila menilik beratnya persoalan yang mengancam negeri ini dan tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin negeri ini akan hancur. Seperti, orang miskin 27,73 juta (10,96%) orang (BPS September 2014). Pengangguran terbuka 7.244.905 orang (BPS Agustus 2014).
Utang Pemerintah Pusat hingga Februari 2015 Rp 2.744,36 triliun (Profil Utang Pemerintah Pusat Maret 2015). Artinya negeri berpenduduk 253 juta ini terbebani utang 10,85 juta/ orang (BPS September 2014). Lebih dari 2,5 juta aborsi pertahun. Pengguna narkoba 4 juta lebih. HIV-AIDS tersebar di 381 (76%) kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. Hingga September 2014, total kasus HIV-AIDS mencapai 206.095 kasus (Sistem Informasi HIV-AIDS & IMS [SIHA] Ditjen P2PL Kemenkes) dan lain-lain.
Saat ini kita tengah berada dalam ancaman neoliberalisme dan neoimperialisme yang makin keras mencengkram. Neoliberalisme adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara dalam ekonomi. Dalam pandangan neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu/ korporat. Pengurangan peran negara dilakukan dengan privatisasi sektor publik seperti migas, listrik, pupuk dan lainnya.
Neoliberalisme sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju Corporate State (korporatokrasi). Ketika itu, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha. Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan korporat (perusahaan) baik domestik maupun asing.
Keputusan Jokowi-JK yang bergegas menaikkan harga BBM, misalnya, adalah bukti kebijakan yang sangat sarat kepentingan asing. Meskipun kemudian diturunkan, namun tidak bisa menutupi maksud sesungguhnya dari kebijakan itu, yakni pemberlakuan liberalisasi migas sacara total.
Pemerintah Jokowi-JK mencabut subsidi dan menetapkan harga sesuai dengan harga pasar. Inilah yang dimaui oleh perusahaan migas asing agar mereka bisa leluasa masuk di sektor niaga BBM. Ini bisnis yang luar biasa besar. Mereka mengambil minyak di Indonesia, lalu diolah dan dijual di Indonesia tetapi dengan harga internasional.
Sementara itu, demokrasi yang selama ini dipercaya sebagai sistem politik terbaik, yang akan mewadahi aspirasi rakyat pada kenyataannya bohong belaka. Anggota legislatif hasil demokrasi ternyata dalam membuat undang-undang diintervensi oleh asing.
Menurut salah seorang anggota DPR, ada lebih dari 76 UU yang pembuatan draft-nya dilakukan pihak asing, seperti UU Migas, UU PM, UU Kelistrikan, UU SDA, UU Perbankan, dan sejenisnya yang jelas-jelas telah meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia. Dari fakta-fakta inilah kita menyebut bahwa negeri ini juga tengah dalam ancaman neoimperialisme.
Neoimperialisme adalah penjajahan cara baru yang ditempuh oleh negara kapitalis untuk tetap menguasai dan menghisap negara lain. Dulu dikenal dengan semangat gold (kepentingan penguasaan sumber daya ekonomi), glory (kepentingan kekuasaan politik) dan gospel (kepentingan misionasi kristen). Meski mungkin kepentingan yang ke-3 (gospel) kini tidak begitu menonjol, kepentingan pertama dank e-2 (gold dan glory) nyata sekali masih berjalan.
Saudaraku, neoliberalisme dan neoimperialisme tentu saja berdampak sangat buruk bagi kita semua. Diantaranya tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, krisis moral, korupsi yang makin menjadi-jadi, dan kriminalitas yang makin merajalela. Semua ini adalah kerusakan (kefasadan) yang bersifat sistemik-ideologis, dan harus segera diakhiri.
Allah SWT berfirman “telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS ar- Rum [30];41).
Kerusakan ini terjadi karena perbuatan manusia yang tidak mau menerapkan sistem-ideologi Islam. Dan untuk mengakhirinya yaitu dengan kembali pada sistem-ideologi Islam, yakni menerapkan Syariah Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan di bawah sistem Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwah. Wallahu a’alam bish-shawab.
Utang Pemerintah Pusat hingga Februari 2015 Rp 2.744,36 triliun (Profil Utang Pemerintah Pusat Maret 2015). Artinya negeri berpenduduk 253 juta ini terbebani utang 10,85 juta/ orang (BPS September 2014). Lebih dari 2,5 juta aborsi pertahun. Pengguna narkoba 4 juta lebih. HIV-AIDS tersebar di 381 (76%) kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. Hingga September 2014, total kasus HIV-AIDS mencapai 206.095 kasus (Sistem Informasi HIV-AIDS & IMS [SIHA] Ditjen P2PL Kemenkes) dan lain-lain.
Saat ini kita tengah berada dalam ancaman neoliberalisme dan neoimperialisme yang makin keras mencengkram. Neoliberalisme adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara dalam ekonomi. Dalam pandangan neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu/ korporat. Pengurangan peran negara dilakukan dengan privatisasi sektor publik seperti migas, listrik, pupuk dan lainnya.
Neoliberalisme sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju Corporate State (korporatokrasi). Ketika itu, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha. Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan korporat (perusahaan) baik domestik maupun asing.
Keputusan Jokowi-JK yang bergegas menaikkan harga BBM, misalnya, adalah bukti kebijakan yang sangat sarat kepentingan asing. Meskipun kemudian diturunkan, namun tidak bisa menutupi maksud sesungguhnya dari kebijakan itu, yakni pemberlakuan liberalisasi migas sacara total.
Pemerintah Jokowi-JK mencabut subsidi dan menetapkan harga sesuai dengan harga pasar. Inilah yang dimaui oleh perusahaan migas asing agar mereka bisa leluasa masuk di sektor niaga BBM. Ini bisnis yang luar biasa besar. Mereka mengambil minyak di Indonesia, lalu diolah dan dijual di Indonesia tetapi dengan harga internasional.
Sementara itu, demokrasi yang selama ini dipercaya sebagai sistem politik terbaik, yang akan mewadahi aspirasi rakyat pada kenyataannya bohong belaka. Anggota legislatif hasil demokrasi ternyata dalam membuat undang-undang diintervensi oleh asing.
Menurut salah seorang anggota DPR, ada lebih dari 76 UU yang pembuatan draft-nya dilakukan pihak asing, seperti UU Migas, UU PM, UU Kelistrikan, UU SDA, UU Perbankan, dan sejenisnya yang jelas-jelas telah meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia. Dari fakta-fakta inilah kita menyebut bahwa negeri ini juga tengah dalam ancaman neoimperialisme.
Neoimperialisme adalah penjajahan cara baru yang ditempuh oleh negara kapitalis untuk tetap menguasai dan menghisap negara lain. Dulu dikenal dengan semangat gold (kepentingan penguasaan sumber daya ekonomi), glory (kepentingan kekuasaan politik) dan gospel (kepentingan misionasi kristen). Meski mungkin kepentingan yang ke-3 (gospel) kini tidak begitu menonjol, kepentingan pertama dank e-2 (gold dan glory) nyata sekali masih berjalan.
Saudaraku, neoliberalisme dan neoimperialisme tentu saja berdampak sangat buruk bagi kita semua. Diantaranya tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, krisis moral, korupsi yang makin menjadi-jadi, dan kriminalitas yang makin merajalela. Semua ini adalah kerusakan (kefasadan) yang bersifat sistemik-ideologis, dan harus segera diakhiri.
Allah SWT berfirman “telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS ar- Rum [30];41).
Kerusakan ini terjadi karena perbuatan manusia yang tidak mau menerapkan sistem-ideologi Islam. Dan untuk mengakhirinya yaitu dengan kembali pada sistem-ideologi Islam, yakni menerapkan Syariah Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan di bawah sistem Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwah. Wallahu a’alam bish-shawab.