SujaNEWS.com — Kepemimpinan Partai Politik (Parpol) di Indonesia memasuki taraf gejala politik oligarki. Kebanyakan pemimpin partai saat ini adalah orang yang memiliki dana besar, bukan seseorang dengan kemampuan organisatoris.
"Ini satu gejala oligarki. Mereka yang memimpin partai yang mampu membiayai partai, seperti Prabowo (Partai Gerindra), Surya Paloh (Partai NasDem), Aburizal Bakrie (Partai Golkar) dan Hari Tanoesoedibjo (Partai Perindo). Mereka semua memimpin partai karena memiliki kekuatan untuk membiayai partai," kata pengamat sosial, Ignas Kleden, di Kota Serang saat menjadi pemateri pada acara Sekolah Demokrasi Indonesia, Minggu (12/04/2015).
Politik oligarki harus dihindari, karena bisa mengancam demokrasi Indonesia. Partai yang seharusnya mampu mengakomodir suara rakyat, bisa saja pada akhirnya hanya digunakan oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Pemerintah harus mengatur ulang aturan tentang sumber dana partai, sehingga kemakmuran rakyat yang diinginkan oleh konstitusi dapat tercapai. Persoalan kemudian siapa yang harus membiaya partai harus dipikirkan ulang. Bisa saja pemerintah mengikuti aturan main di negeri Eropa yang menggunakan dana publik untuk membiayai partai secara seimbang.
"Mereka (parpol di Eropa) diberikan bantuan oleh negara berdasarkan dengan jumlah anggota. Di Eropa juga, iuran anggotanya juga berjalan sehingga negara mampu memperhitungkan berapa besaran yang diberikan untuk partai," tegasnya, demikian Rimanews (12/4) mengabarkan.
Sebelumnya, hal senada juga di sampaikan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan politik oligarki yang terjadi di pemerintahan harus dihentikan, karena telah terjadi suatu siklus yang tidak baik dalam politik oligarki.
"Dari oligarki melahirkan transaksi, transaksi melahirkan oligarki," kata Mahfud, dilansir Rol (18/2/2014)
Politik oligarki, dikatakannya, merupakan sistem politik yang membuat pengambilan keputusan-keputusan penting dikuasai oleh sekelompok elit penguasa partai politik. Karenanya jabatan pimpinan parpol menjadi rebutan banyak pihak. Banyak orang berebut untuk bisa menduduki jabatan pimpinan parpol dan tidak sedikit yang menggunakan uang untuk meraihnya. [sal]
"Ini satu gejala oligarki. Mereka yang memimpin partai yang mampu membiayai partai, seperti Prabowo (Partai Gerindra), Surya Paloh (Partai NasDem), Aburizal Bakrie (Partai Golkar) dan Hari Tanoesoedibjo (Partai Perindo). Mereka semua memimpin partai karena memiliki kekuatan untuk membiayai partai," kata pengamat sosial, Ignas Kleden, di Kota Serang saat menjadi pemateri pada acara Sekolah Demokrasi Indonesia, Minggu (12/04/2015).
Politik oligarki harus dihindari, karena bisa mengancam demokrasi Indonesia. Partai yang seharusnya mampu mengakomodir suara rakyat, bisa saja pada akhirnya hanya digunakan oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Pemerintah harus mengatur ulang aturan tentang sumber dana partai, sehingga kemakmuran rakyat yang diinginkan oleh konstitusi dapat tercapai. Persoalan kemudian siapa yang harus membiaya partai harus dipikirkan ulang. Bisa saja pemerintah mengikuti aturan main di negeri Eropa yang menggunakan dana publik untuk membiayai partai secara seimbang.
"Mereka (parpol di Eropa) diberikan bantuan oleh negara berdasarkan dengan jumlah anggota. Di Eropa juga, iuran anggotanya juga berjalan sehingga negara mampu memperhitungkan berapa besaran yang diberikan untuk partai," tegasnya, demikian Rimanews (12/4) mengabarkan.
Sebelumnya, hal senada juga di sampaikan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan politik oligarki yang terjadi di pemerintahan harus dihentikan, karena telah terjadi suatu siklus yang tidak baik dalam politik oligarki.
"Dari oligarki melahirkan transaksi, transaksi melahirkan oligarki," kata Mahfud, dilansir Rol (18/2/2014)
Politik oligarki, dikatakannya, merupakan sistem politik yang membuat pengambilan keputusan-keputusan penting dikuasai oleh sekelompok elit penguasa partai politik. Karenanya jabatan pimpinan parpol menjadi rebutan banyak pihak. Banyak orang berebut untuk bisa menduduki jabatan pimpinan parpol dan tidak sedikit yang menggunakan uang untuk meraihnya. [sal]