SUJA - Mencermati manuver dan sikap kubu capres Jokowi dalam menanggapi hasil pilpres perlu kita lakukan mengingat sikap Jokowi itu berpotensi besar membahayakan kehidupan bangsa dan menyeret rakyat akar rumput masing – masing pendukung capres ke dalam konflik.
Pilpres 9 Juli 2014 sudah selesai. Namun Indonesia, jujur kini dalam situasi yang kurang kondusif yang disebabkan dari sikap Capres Jokowi. Kita dapat mencermati sejumlah sikap tidak elegan dari kubu capres Jokowi, antara lain sebagai berikut :
Kubu Capres Jokowi menyebarkan slogan yang provokatif :
“Jokowi hanya bisa kalah jika pilpres dicurangi”
Sungguh tidak etis dan berbahaya memecah belah bangsa.
Kubu Capres Jokowi terlalu prematur, ceroboh dan grasa grusu mengumumkan kemenangannya, hanya sekitar satu jam setelah pemungutan suara ditutup, dimana proses perhitungan suara secara pasti tidak mungkin telah selesai dilakukan.
Dan anehnya, pihak yang mengumumkan kemenangan capres Jokowi versi quick count (QC) itu adalah Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDIP, bukan capres Jokowi sendiri atau Juru Bicara Resmi Jokowi.
Setelah pengumuman prematur versi QC, kubu capres Jokowi segera melakukan ‘victory lap’ (demonstrasi kemenangan) di bundaran Hotel Indonesia (HI) yang belakangan diketahui tindakan tersebut sudah direncanakan sebelumnya. Artinya, pihak Jokowi tidak memperdulikan apakah mereka menang atau kalah pilpres, victory lap itu tetap mereka lakukan.
Bukti sikap timses Jokowi yang tidak elegan, tidak etisnya kubu capres dan memancing terbentuknya situasi chaos ditunjukan melalui penayangan siaran dan berita dari media-media pro Jokowi seperti Metro TV, SCTV, Kompas, Tempo dan lain – lain, yang sangat provokatif dan ditujukan untuk memancing kemarahan rakyat yang bermuara pada tersulutnya kekerasan fisik dari kedua kubu pendukung capres.
Provokasi timses Jokowi makin diperburuk dengan pemasangan spanduk-spanduk pernyataan kemenangan Jokowi di mana-mana yang sama sekali tidak dibenarkan karena tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Untuk mengobarkan bentrokan massa pendukung ini, juga dimunculkan spanduk bernada sama yang seolah-olah dipasang dan disebarkan oleh timses Prabowo.
Celakanya tidak ada tindakan nyata atau saksi keras yang diberikan KPU atau Bawaslu terhadap pelanggaran hukum serius yang dapat menyebabkan situasi kondisi bangsa terjerembab dalam jurang kehancuran.
Ada apakah di balik keanehan sikap KPU dan Bawaslu ini ?
Bukti berikutnya adalah mencuatnya informasi kedatangan Bill Clinton, mantan presiden AS ke Indonesia dalam rangka memberi tekanan psikologis (pressure) kepada KPU selama proses perhitungan dan penetapan hasil pilpres.
Tidak jelas siapa peniup informasi itu, namun dapat diduga pelakunya adalah timses Jokowi karena diketahui tidak ada sumber resmi dari kedutaan besar AS, Yayasan Clinton dan juru bicara Clinton yang mengkonfirmasi rencana kedatangan tokoh paling berpengaruh di AS yang juga merupakan sahabat dekat James Riady, konglomerat pemilik Lippo Grup dan First media Grup. James Riady adalah agen intelijen RRC yang telah terkonfirmasi dari dokumen-dokumen hasil penyelidikan pihak otoritas AS terkait Skandal Lippogate.
Info kedatangan Clinton tersebut justru mengkonfirmasi dan semakin menjelaskan bahwa dugaan adanya hubungan erat antara pihak asing dengan salah satu donatur utama capres Jokowi, yakni James Riady.
Fakta ini mengingatkan kita kembali pada kasus atau skandal LIPPOgate di AS, di mana capres Bill Clinton terbukti menerima sumbangan ilegal untuk kampanye dan pemenangan pilpres di AS pada tahun 1996. Uang sumbangan untuk mewujudkan kemenangan Clinton itu terbukti berasal dari James Riady dan jaringan China di AS, yang uangnya bersumber dari China Global Resources, Ltd (CGR), sebuah perusahaan yang sesungguhnya adalah milik China Military Intelligence, sebuah lembaga intelijen RRC.
Bukti selanjutnya terkait sikap kubu Jokowi yang sengaja memancing kerusuhan dan chaos di Indonesia, datang dari pernyataan pengamat/lembaga survey yang provokatif dan irrasional.
“ Jika nanti hasil KPU berbeda dengan hasil quick count, maka hasil perhitungan KPU lah yang salah/keliru”.
Satu pernyataan ‘gila’ dilontarkan oleh Burhan Muhtadi yang dipastikan bertujuan untuk menghasut dan menyesatkan publik.
Anehnya, tidak ada sama sekali tindakan nyata dari Bawaslu dan KPU dalam menyikapi bukti-bukti tersebut di atas. Ada apakah?
Situasi semakin mencekam dengan maraknya intimidasi pihak tertentu yang mengarah kepada tindakan atau kekerasan fisik, seperti perampokan berkas C1 di Bima NTT, perampokan seluruh kotak suara dan berkas C1 di Kalimantan, peledakan Bom Molotov di kantor lembaga survey /QC JSI dan lain -lain.
Bagaikan api disiram minyak, Ketua KPU mengatakan bahwa hasil perhitungan suara yang ditetapkan KPU tidak bersifat mutlak. Pernyataan Ketua KPU Husni Malik ini benar adanya, tetapi kurang bijak karena dilontarkan saat situasi panas dan rentan disalahgunakan atau dipelintir oleh pihak-pihak terkait untuk menegaskan sikap mereka menolak hasil pilpres 9 Juli 2014.
Semua indikasi dan bukti di atas belum merupakan akhir dari rangkaian provokasi dan agitasi timses / kubu Jokowi, dalam rangka menolak kekalahannya dalam pilpres, mendorong kerusuhan dan chaos yang dijadikan tangga merebut kekuasaaan melalui revolusi atau cara-cara kekerasan yang inkonstitusional. Suatu rencana jahat yang dipastikan menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda.
Di sisi lain sikap kubu Jokowi ini memberikan gambaran dan penjelasan bahwa Jokowi berusaha meraih kekuasaan dengan segala cara, diantaranya menipu rakyat Indonesia dengan pernyataan-pernyataan kemenangan sepihak yang melanggar hukum, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Sungguh memalukan.
Perilaku kubu Jokowi dan mereka yang diduga berada dibalik penciptaan situasi chaos ini sungguh memalukan, berbahaya, sudah dapat dikategorikan pidana dan inkonstitusional dengan modus menghalalkan segala cara untuk capai tujuan. Sebuah modus yang merupakan ciri khas gerakan revolusi komunis di seluruh dunia.
- See more at: http://www.kompasislam.com/2014/07/13/waspadalah-kelompok-jokowi-diduga-membuat-kerusuhan-paska-pilpres/#sthash.HHnA69Uc.dpuf
Pilpres 9 Juli 2014 sudah selesai. Namun Indonesia, jujur kini dalam situasi yang kurang kondusif yang disebabkan dari sikap Capres Jokowi. Kita dapat mencermati sejumlah sikap tidak elegan dari kubu capres Jokowi, antara lain sebagai berikut :
Kubu Capres Jokowi menyebarkan slogan yang provokatif :
“Jokowi hanya bisa kalah jika pilpres dicurangi”
Sungguh tidak etis dan berbahaya memecah belah bangsa.
Kubu Capres Jokowi terlalu prematur, ceroboh dan grasa grusu mengumumkan kemenangannya, hanya sekitar satu jam setelah pemungutan suara ditutup, dimana proses perhitungan suara secara pasti tidak mungkin telah selesai dilakukan.
Dan anehnya, pihak yang mengumumkan kemenangan capres Jokowi versi quick count (QC) itu adalah Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDIP, bukan capres Jokowi sendiri atau Juru Bicara Resmi Jokowi.
Setelah pengumuman prematur versi QC, kubu capres Jokowi segera melakukan ‘victory lap’ (demonstrasi kemenangan) di bundaran Hotel Indonesia (HI) yang belakangan diketahui tindakan tersebut sudah direncanakan sebelumnya. Artinya, pihak Jokowi tidak memperdulikan apakah mereka menang atau kalah pilpres, victory lap itu tetap mereka lakukan.
Bukti sikap timses Jokowi yang tidak elegan, tidak etisnya kubu capres dan memancing terbentuknya situasi chaos ditunjukan melalui penayangan siaran dan berita dari media-media pro Jokowi seperti Metro TV, SCTV, Kompas, Tempo dan lain – lain, yang sangat provokatif dan ditujukan untuk memancing kemarahan rakyat yang bermuara pada tersulutnya kekerasan fisik dari kedua kubu pendukung capres.
Provokasi timses Jokowi makin diperburuk dengan pemasangan spanduk-spanduk pernyataan kemenangan Jokowi di mana-mana yang sama sekali tidak dibenarkan karena tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Untuk mengobarkan bentrokan massa pendukung ini, juga dimunculkan spanduk bernada sama yang seolah-olah dipasang dan disebarkan oleh timses Prabowo.
Celakanya tidak ada tindakan nyata atau saksi keras yang diberikan KPU atau Bawaslu terhadap pelanggaran hukum serius yang dapat menyebabkan situasi kondisi bangsa terjerembab dalam jurang kehancuran.
Ada apakah di balik keanehan sikap KPU dan Bawaslu ini ?
Bukti berikutnya adalah mencuatnya informasi kedatangan Bill Clinton, mantan presiden AS ke Indonesia dalam rangka memberi tekanan psikologis (pressure) kepada KPU selama proses perhitungan dan penetapan hasil pilpres.
Tidak jelas siapa peniup informasi itu, namun dapat diduga pelakunya adalah timses Jokowi karena diketahui tidak ada sumber resmi dari kedutaan besar AS, Yayasan Clinton dan juru bicara Clinton yang mengkonfirmasi rencana kedatangan tokoh paling berpengaruh di AS yang juga merupakan sahabat dekat James Riady, konglomerat pemilik Lippo Grup dan First media Grup. James Riady adalah agen intelijen RRC yang telah terkonfirmasi dari dokumen-dokumen hasil penyelidikan pihak otoritas AS terkait Skandal Lippogate.
Info kedatangan Clinton tersebut justru mengkonfirmasi dan semakin menjelaskan bahwa dugaan adanya hubungan erat antara pihak asing dengan salah satu donatur utama capres Jokowi, yakni James Riady.
Fakta ini mengingatkan kita kembali pada kasus atau skandal LIPPOgate di AS, di mana capres Bill Clinton terbukti menerima sumbangan ilegal untuk kampanye dan pemenangan pilpres di AS pada tahun 1996. Uang sumbangan untuk mewujudkan kemenangan Clinton itu terbukti berasal dari James Riady dan jaringan China di AS, yang uangnya bersumber dari China Global Resources, Ltd (CGR), sebuah perusahaan yang sesungguhnya adalah milik China Military Intelligence, sebuah lembaga intelijen RRC.
Bukti selanjutnya terkait sikap kubu Jokowi yang sengaja memancing kerusuhan dan chaos di Indonesia, datang dari pernyataan pengamat/lembaga survey yang provokatif dan irrasional.
“ Jika nanti hasil KPU berbeda dengan hasil quick count, maka hasil perhitungan KPU lah yang salah/keliru”.
Satu pernyataan ‘gila’ dilontarkan oleh Burhan Muhtadi yang dipastikan bertujuan untuk menghasut dan menyesatkan publik.
Anehnya, tidak ada sama sekali tindakan nyata dari Bawaslu dan KPU dalam menyikapi bukti-bukti tersebut di atas. Ada apakah?
Situasi semakin mencekam dengan maraknya intimidasi pihak tertentu yang mengarah kepada tindakan atau kekerasan fisik, seperti perampokan berkas C1 di Bima NTT, perampokan seluruh kotak suara dan berkas C1 di Kalimantan, peledakan Bom Molotov di kantor lembaga survey /QC JSI dan lain -lain.
Bagaikan api disiram minyak, Ketua KPU mengatakan bahwa hasil perhitungan suara yang ditetapkan KPU tidak bersifat mutlak. Pernyataan Ketua KPU Husni Malik ini benar adanya, tetapi kurang bijak karena dilontarkan saat situasi panas dan rentan disalahgunakan atau dipelintir oleh pihak-pihak terkait untuk menegaskan sikap mereka menolak hasil pilpres 9 Juli 2014.
Semua indikasi dan bukti di atas belum merupakan akhir dari rangkaian provokasi dan agitasi timses / kubu Jokowi, dalam rangka menolak kekalahannya dalam pilpres, mendorong kerusuhan dan chaos yang dijadikan tangga merebut kekuasaaan melalui revolusi atau cara-cara kekerasan yang inkonstitusional. Suatu rencana jahat yang dipastikan menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda.
Di sisi lain sikap kubu Jokowi ini memberikan gambaran dan penjelasan bahwa Jokowi berusaha meraih kekuasaan dengan segala cara, diantaranya menipu rakyat Indonesia dengan pernyataan-pernyataan kemenangan sepihak yang melanggar hukum, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Sungguh memalukan.
Perilaku kubu Jokowi dan mereka yang diduga berada dibalik penciptaan situasi chaos ini sungguh memalukan, berbahaya, sudah dapat dikategorikan pidana dan inkonstitusional dengan modus menghalalkan segala cara untuk capai tujuan. Sebuah modus yang merupakan ciri khas gerakan revolusi komunis di seluruh dunia.
- See more at: http://www.kompasislam.com/2014/07/13/waspadalah-kelompok-jokowi-diduga-membuat-kerusuhan-paska-pilpres/#sthash.HHnA69Uc.dpuf