Ramadhan, Ekstrimis Buddha tetap menyerang Muslim Burma

Ramadhan, Ekstrimis Buddha tetap menyerang Muslim Burma
Ilustrasi
SUJA - Pada bulan Ramadhan, ekstrimis Budha telah memimpin seri baru serangan terhadap Muslim Burma. Mereka merusak sebuah masjid dan toko-toko milik Muslim di kota terbesar kedua di negara itu di Mandalay, menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai beberapa lainnya meskipun adanya intervensi polisi, lapor AFP, Rabu (2/7/2014).

“Kami menembakkan tiga tembakan peringatan untuk mengendalikan massa,” kata Letnan Kolonel Zaw Min Oo polisi wilayah Mandalay kepada AFP.

Menurut polisi Mandalay, sekitar 300 ummat Buddha termasuk 30 biksu menyerang sebuah kedai teh milik Muslim dengan dalih membalas dendam karena diduga seorang wanita Buddhis diperkosa oleh pemilik kedai teh.

“Pemilik kedai dituduh melakukan pemerkosaan beberapa hari lalu,” kata seorang pejabat polisi senior yang tidak mau disebutkan namanya.

“Kekerasan dimulai setelah tuduhan-tuduhan yang menyebar dan menciptakan ketegangan agama.”

Orang-orang Buddha melemparkan batu pada properti Muslim. Mereka juga merampok beberapa toko milik Muslim, rumah, dan masjid, merusak setidaknya tiga mobil.

Selain itu, beberapa warga terluka dalam serangan pisau, menurut Al Jazeera pada Rabu (2/7).

Upaya polisi untuk membubarkan massa Buddha berhasil pada tengah malam setelah menembakkan peluru karet ke arah kerumunan.

“Polisi dan kerumunan berperang satu sama lain dan kerumunan melemparkan batu ke polisi,” kata seorang saksi mata Reuters.

Warga mengatakan bahwa meskipun bentrok dengan polisi dan membubarkan kerumunan, massa Buddha tetap berkumpul di daerah mayoritas Muslim hingga dini hari Rabu (2/7).

Muslim Burma, sebagian besar keturunan dari India, Cina dan Bangladesh, sekitar empat persen dari sekitar 60 juta penduduk.

Muslim memasuki Burma secara massal untuk pertama kalinya sebagai buruh yang diwajibkan dari anak benua India selama pemerintahan kolonial Inggris, yang berakhir pada tahun 1948.

Namun, meskipun sejarah panjang telah mencatat keberadaannya, mereka tidak pernah sepenuhnya terintegrasi ke dalam negeri, secara luas dianggap sebagai orang asing.

Pada tahun 2012, sejumlah Muslim tewas dan ribuan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka setelah bentrokan sektarian dengan mayoritas Buddha di negara bagian barat Rakhine.

Sebagian besar korban adalah Muslim Rohingya dan banyak tetap di kamp-kamp mereka tidak diperbolehkan untuk meninggalkan.

Kelompok-kelompok HAM mencatat pasukan keamanan Burma membunuh, memperkosa dan menangkap Rohingya menyusul kekerasan tersebut.

Pada April 2013, lebih dari 40 orang tewas dan beberapa masjid dibakar di pusat Burma setelah perselisihan antara Muslim dan Buddha di Meikhtila, demikian lansir onislam.net. (adibahasan/arrahmah.com)