SUJA - KRITIK terhadap surat terbuka Rohaniawan Katolik Romo Franz Magnis yang memuat sikap politiknya, terus mengalir deras. Jum’at (4/7) di Pondok Penus, Taman Ismail Marzuki, Persaudaraan Pemuda Indonesia (PPI) dan Presidium Poros Pelajar Santri Indonesia (PPPSI) menggelar jumpa pers mengoreksi dan meyampaikan tuntutan atas surat Romo Magnis.
Dalam paparannya, Delianur yang mewakili PPI, mengatakan bahwa surat Romo Magnis yang tersebar di media, memiliki tiga kesalahan. Pertama, “Perang Badar”, Kedua, soal “HAM”, dan ketiga soal “Islam Garis Keras”.
Delianur mengatakan bahwa Romo tidak memahami konteks perang badar yang dimaksud Amien Rais.
“Amien Rais mengajak para pendukung Prabowo-Hatta untuk melihat Pemilihan presiden (Pilpres) kali ini seperti perang badar bukan perang uhud. Perang badar yang dimaksud Amien Rais adalah niat dan semangat umat Islam berperang saat itu adalah untuk memperjuangkan agama Islam. Berbeda ketika perang uhud, sebagian umat Islam yang berperang tergoda dengan ghanimah (harta rampasan perang), artinya jangan meributkan bagi-bagi kekuasaan dulu, sebelum memenangkan Pilpres, ” papar Delianur, yang juga Wasekjen DPP PAN itu.
“Bukan seperti yang disangkakan Romo bahwa seolah-olah Amien Rais mengajak umat Islam untuk melawan orang kafir dengan memanfaatkan Pilpres kali ini,” tambahnya.
Kemudian soal HAM, dia menerangkan bahwa Indonesia dibangun untuk semua warganya apapun agama, golongan, bahasa, dan etnisnya.
“Oleh karena itu, ketika membicarakan pembelaan terhadap HAM haruslah diletakkan dalam konteks pembelaan terhadap semua warganya. Tragedi HAM yang terjadi di negeri ini tidak hanya peristiwa semanggi atau penculikan aktivis 1998. Peristiwa Talangsari di Lampung, Tanjung Priok di Jakarta Utara, dan lain-lain adalah tragedi pelanggaran HAM yang harus mendapat perhatian yang sama,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa tidak ada kaitannya antara kekerasan dengan agama Islam.
“Bagi kami kekerasan atau fundamentalisme itu bukan gejala yang dapat dikaitkan dengan agama tertentu. Beberapa saat setelah Romo mengkritik Prabowo sebagai Calon presiden (Capres) yang dikelilingi oleh kelompok Islam garis keras, muncul kekerasan yang dilakukan oleh salah satu pendukung Capres kepada salah satu stasiun TV swasta. Dan kekerasan itu jelas-jelas tidak membawa atribut agama. Artinya tidak ada kaitannya antara kekerasan dengan agama,” tegasnya.
“Bila agama dikaitkan dengan kekerasan, maka fundamentalisme itu ada di dalam setiap agama,” terangnya.
Terakhir, PPI dan PPPSI menuntut Romo untuk mengklarifikasi dan mengoreksi surat tersebut serta meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang menimbulkan prasangka negatif dalam kehidupan keberagamaan kita. [andi/Islampos]
Dalam paparannya, Delianur yang mewakili PPI, mengatakan bahwa surat Romo Magnis yang tersebar di media, memiliki tiga kesalahan. Pertama, “Perang Badar”, Kedua, soal “HAM”, dan ketiga soal “Islam Garis Keras”.
Delianur mengatakan bahwa Romo tidak memahami konteks perang badar yang dimaksud Amien Rais.
“Amien Rais mengajak para pendukung Prabowo-Hatta untuk melihat Pemilihan presiden (Pilpres) kali ini seperti perang badar bukan perang uhud. Perang badar yang dimaksud Amien Rais adalah niat dan semangat umat Islam berperang saat itu adalah untuk memperjuangkan agama Islam. Berbeda ketika perang uhud, sebagian umat Islam yang berperang tergoda dengan ghanimah (harta rampasan perang), artinya jangan meributkan bagi-bagi kekuasaan dulu, sebelum memenangkan Pilpres, ” papar Delianur, yang juga Wasekjen DPP PAN itu.
“Bukan seperti yang disangkakan Romo bahwa seolah-olah Amien Rais mengajak umat Islam untuk melawan orang kafir dengan memanfaatkan Pilpres kali ini,” tambahnya.
Kemudian soal HAM, dia menerangkan bahwa Indonesia dibangun untuk semua warganya apapun agama, golongan, bahasa, dan etnisnya.
“Oleh karena itu, ketika membicarakan pembelaan terhadap HAM haruslah diletakkan dalam konteks pembelaan terhadap semua warganya. Tragedi HAM yang terjadi di negeri ini tidak hanya peristiwa semanggi atau penculikan aktivis 1998. Peristiwa Talangsari di Lampung, Tanjung Priok di Jakarta Utara, dan lain-lain adalah tragedi pelanggaran HAM yang harus mendapat perhatian yang sama,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa tidak ada kaitannya antara kekerasan dengan agama Islam.
“Bagi kami kekerasan atau fundamentalisme itu bukan gejala yang dapat dikaitkan dengan agama tertentu. Beberapa saat setelah Romo mengkritik Prabowo sebagai Calon presiden (Capres) yang dikelilingi oleh kelompok Islam garis keras, muncul kekerasan yang dilakukan oleh salah satu pendukung Capres kepada salah satu stasiun TV swasta. Dan kekerasan itu jelas-jelas tidak membawa atribut agama. Artinya tidak ada kaitannya antara kekerasan dengan agama,” tegasnya.
“Bila agama dikaitkan dengan kekerasan, maka fundamentalisme itu ada di dalam setiap agama,” terangnya.
Terakhir, PPI dan PPPSI menuntut Romo untuk mengklarifikasi dan mengoreksi surat tersebut serta meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang menimbulkan prasangka negatif dalam kehidupan keberagamaan kita. [andi/Islampos]