Boleh Menggunakan Henna, Asal...

Boleh Menggunakan Henna, Asal...
 Henna atau biasa disebut dengan inai atau mahendi adalah sebuah body painting atau seni lukis tubuh. Berasal dari sejenis daun pacar yang diracik dari daun tanaman yang disebut lawsonia inermis atau henna. Setelah berbentuk bubuk pacar, kemudian dilukis dengan pola tertentu hingga mengering dan meninggalkan bekas warna seperti merah, kuning, oranye dan hitam. Pada umumnya pola ini dilukis di bagian tangan dan kaki kaum wanita yang akan bertahan selama beberapa hari.

Akhir-akhir ini, seni lukis tubuh henna sedang menjadi tren di kalangan wanita untuk mempercantik diri. Biasanya dipakai pada moment tertentu, diantaranya saat prosesi pernikahan.

Namun bagaimana sesungguhnya Islam memandang seni lukis tubuh henna ini?

Dalam pandangan hukum Islam, penggunaan henna disunnahkan oleh Rasulullah Saw . Hal ini terdapat dalam sebuah riwayat hadits.

Dari Aisyah dia menceritakan, “Ada seorang wanita yang menyodorkan sebuah kitab dengan tangannya kepada Rasulullah Saw, lalu beliau menarik tangan beliau, lalu wanita itu mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, aku menyodorkan tanganku kepadamu dengan sebuah kitab tetapi engkau tidak mengambilnya.’ Beliaupun berkata, ‘Sesungguhnya aku tidak mengetahui apakah itu tangan orang perempuan atau orang laki-laki. ‘Ia adalah tangan wanita’, papar wanita itu. Maka beliaupun berkata, ‘Seandainya aku seorang wanita, niscaya aku akan mengubah kukumu dengan daun pacar.” (HR.Abu Daud dan An-Nasa’i)

Diriwayatkan pula dari Karimah bin Hamam, bahwa ada seorang wanita yang bertanya kepada Aisyah mengenai kutek dengan menggunakan daun pacar, maka ia menjawab; “Boleh-boleh saja, tetapi aku tidak menyukainya, karena suamiku tersayang (Rasulullah) tidak menyukai baunya.” (HR.Abu Daud dan An-Nasa’i)

Berdasarkan hadits tersebut, dikatakan bahwa Rasulullah menganjurkan seorang wanita untuk menggunakan daun pacar sebagai identitas dirinya. Hal ini mengartikan penggunaan henna yang berbahan dasar daun pacar diperbolehkan dalam Islam. Dalam kitab shahih Bukhari dari Ibnu Mas’ud r.a  Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.”

Meski demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipahami oleh kaum wanita dalam mempercantik atau menghias diri, diantaranya adalah aktivitas berhias yang dilakukan seorang wanita adalah untuk suaminya. Bahkan hal tersebut sangat dianjurkan atau tidak ada batasan.

Berhias di hadapan wanita atau lelaki mahramnya juga dibolehkan asalkan tidak menampakan aurat. Akan tetapi, berhias diri di depan laki-laki yang bukan mahram hukumnya haram yang mana hal itu disebut dengan tabarruj.

(Yunita Nurwidiya)