Jaminan Istimewa Wagub Djarot untuk Ahok, Sebuah Anomali Penegakan Hukum

Jaminan Istimewa Wagub Djarot untuk Ahok, Sebuah Anomali Penegakan Hukum

Sujanews.com —   Surat pernyataan jaminan orang atas penahanan Ahok yang diajukan Djarot Syaiful Hidayat atas nama Wakil Gubernur DKI Jakarta No. 502/-1.87 tertanggal 09 Mei 2017, dengan kop Pemprov DKI Jakarta, menimbulkan suatu pertanyaan hukum yaitu apakah Wakil Gubernur dapat menjadi penjamin Terdakwa, yang notabene sebagai pihak yang berhadapan dengan Negara karena didakwa atas sebuah kejahatan. Menjadi menarik karena pernyataan jaminan dari seorang Pejabat Negara atas nama jabatannya merupakan sebuah anomali dalam penegakan hukum.

Anomali, karena di dalam teori hukum pidana Terdakwa merupakan pihak yang berhadapan dengan Negara atas tuduhan melakukan suatu kejahatan, sedangkan jabatan Wakil Gubernur adalah jabatan Negara. Apalagi delik penistaan agama 156a KUHP tercantum pada Buku II Bab V KUHP termasuk pada delik kejahatan terhadap ketertiban umum. Sehingga adanya penyataan jaminan dari pejabat Negara “dapat dianggap” sebagai dukungan kepada seseorang yang didakwa melakukan kejahatan mengganggu ketertiban umum.

Ketentuan Pasal 31 KUHAP sebagai dasar hukum jaminan orang, sama sekali tidak memberikan definisi mengenai kualifikasi “Orang” yang dimaksud. Namun dengan adanya ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (PP 27 Tahun 1983), yang mewajibkan penjamin membayar sejumlah uang kepada Negara atau dalam hal tidak terdapat uang diganti dengan penyitaan barang milik Penjamin, apabila orang yang dijamin melarikan diri dan selama 3 (tiga) bulan tidak ditemukan, menjadikan kedudukan pejabat negara (Wagub DKI Jakarta) tidak dapat menjadi penjamin.

Hal ini dikarenakan Kedudukan Wagub DKI Jakarta sebagai penjamin mempunyai konsekuensi hukum terhadap uang atau barang Pemprov DKI Jakarta yang menjadi objek tebusan apabila Ahok melarikan diri, akan tetapi berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, uang atau barang milik Negara tersebut tidak dapat digunakan sebagai tebusan terdakwa yang melarikan diri. Dengan kata lain jaminan yang diberikan Wagub DKI Jakarta tidak dapat dijalankan (non executable), apabila Terdakwa (Gubernur Ahok) melarikan diri.


Selain jaminan dari Wagub DKI Jakarta tidak dapat dijalankan apabila Gubernur Ahok melarikan diri, tindakan Wagub Djarot yang memberikan jaminan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad). Dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum, karena Wagub Djarot tidak memiliki kewenangan untuk memberikan jaminan terhadap tahanan.

Dalam hal terjadinya penahanan terhadap Kepala Daerah (Gubernur Ahok), tugas dan kewenangan Wakil Kepala Daerah (Wagub Djarot) menurut Pasal 65 ayat (1), (2), dan (4) jo. Pasal 66 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Undang-Undang Pemda) adalah melaksanakan tugas dan wewenang kepala Daerah, yang terbatas dengan tugas: a. untuk memimpin  pelaksanaan  Urusan  Pemerintahan  yang  menjadi  kewenangan  Daerah  berdasarkan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan  dan  kebijakan  yang ditetapkan bersama DPRD; b. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; c. menyusun  dan  mengajukan  rancangan  Perda  tentang RPJPD  dan  rancangan  Perda  tentang  RPJMD  kepada DPRD  untuk  dibahas  bersama  DPRD,  serta  menyusun dan menetapkan RKPD; d. menyusun  dan  mengajukan  rancangan  Perda  tentang APBD,  rancangan  Perda  tentang  perubahan  APBD,  dan rancangan  Perda  tentang  pertanggungjawaban pelaksanaan  APBD  kepada  DPRD  untuk  dibahas bersama; e. mewakili  Daerahnya  di  dalam  dan  di  luar  pengadilan, dan  dapat  menunjuk  kuasa  hukum  untuk  mewakilinya sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan; f. mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan f. melaksanakan  tugas  lain  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kewenangan: a. mengajukan rancangan Perda; b. menetapkan  Perda  yang  telah  mendapat   persetujuan bersama DPRD; c. menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah; d. mengambil  tindakan  tertentu  dalam  keadaan  mendesak yang  sangat  dibutuhkan  oleh  Daerah  dan / atau masyarakat; f. melaksanakan  wewenang  lain  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu jelaslah Wagub Djarot telah melakukan perbuatan melawan hukum karena melakukan tindakan atas nama jabatan yang tidak dalam lingkup tugas dan kewenangannya selaku wagub DKI Jakarta.

Wagub Djarot juga tidak dapat berdalih bahwa tindakannya tersebut merupakan kebijaksanaannya (wijsheid) dalam bentuk kebebasan bertindak (discretionary power), dikarenakan kebebasan bertindak dari pejabat negara haruslah dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya selaku pejabat negara, sedangkan pemberian jaminan terhadap Gubernur Ahok tidaklah termasuk tugas dan kewenangan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tidak hanya telah menyalahgunakan kewenangan, tindakan Wagub Djarot tersebut bertentangan dengan azas profesionalitas yang merupakan Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (Algemene Beginselen van Behoorlijke bestuur) sebagaimana diatur pada Pasal 58 huruf f Undang-Undang Pemda. Bertentangan dengan azas profesionalitas, karena tindakan Wagub Djarot tersebut telah mencampur adukkan kepentingan pribadinya selaku seorang sahabat dari Ahok, dengan jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai jabatan Negara. Tentunya menjadi berbeda apabila jaminan tersebut diberikan selaku pribadi yang memang tidak terdapat larangan, meskipun sebuah jabatan Negara selalu melekat pada pribadi seorang pejabat (assesoir).

Akhirnya, berdasarkan alasan di atas saya berpendapat, demi tujuan dari lembaga jaminan orang agar sesuai dengan peruntukkannya (doelmatigeheid), maka sudah sepatutnya jaminan yang diberikan oleh Bapak Djarot Syaiful Hidayat selaku Wagub DKI Jakarta tersebut untuk dikesampingkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Negara ini, apabila pejabat Negara “diberikan ruang” untuk masuk ke dalam lembaga jaminan orang, karena dapat dianggap sebagai dukungan terhadap orang yang didakwa Negara telah mengganggu ketertiban umum.

Penulis: Rangga Lukita Desnata, S.H., M.H. (Direktur Eksekutif Street Lawyer Legal Aid)  [Sujanews.com]