"Tindakan polisi menangkap sejumlah aktivis itu jelas indikasi ketidakadilan terhadap rakyat Indonesia. Demi satu orang terduga penista agama, polisi mengorbankan tugas dan fungsinya sebagai alat negara," kata Andre saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/3).
Andre menyayangkan Polri yang beberapa kali menangkap aktivis aksi bela Islam yang kemudian disangkakan sebagai pelaku makar. Padahal, kalau benar ada terjadi makar, maka aparat pertahanan seperti TNI sudah berada di garis terdepan menumpas kegiatan makar.
"Umat Islam bermaksud menjaga kebhinekaan, Pancasila, dan NKRI, meminta hukum dalam kasus dugaan penistaan agama ditegakkan. Kok malah ditangkap, dugaannya tidak main-main lagi, makar terhadap pemerintah, apa iya?," kata tokoh politik asal Sumatra Barat itu.
Andre khawatir, umat Islam dan rakyat Indonesia umumnya bergerak dalam jumlah yang lebih besar jika aparat kepolisian terus mengambil sikap demikian. Dalam skala yang lebih besar, ia khawatir tingkat kepercayaan rakyat merembet ke pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.
Sementara pemerintah sendiri tengah bekerja keras menciptakan pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pembangunan infrastruktur menjadi terganggu karena kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok.
"Sulit dipisahkan, dulu Presiden Jokowi berjanji demokrasi kita akan berkembang lebih baik ke depan. Nyatanya yang kritis karena melihat ada ketidakadilan dalam kasus Ahok malah dianggap makar lalu ditangkap," ucap Andre.
Sebelumnya, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath yang menjadi salah satu penggerak aksi 313 ditangkap aparat kepolisian, Kamis (30/3). Polisi menangkap dia atas tuduhan dugaan makar.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, penyidik telah mempunyai cukup bukti adanya rencana makar. Sehingga, menetapkan tersangka, menangkap, dan menahan sejumlah aktivis aksi 313 tersebut. [Sujanews.com]