"Saya tidak ikuti detailnya, hanya baca judulnya. Harus dilihat konteksnya keseluruhan, isi pidatonya didengarkan dulu," jelas Mahfud saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL pagi ini.
Namun dia menjelaskan, kalau berdasarkan ajaran Islam, agama dan negara itu satu paket. Buktinya Nabi Muhammad diperintahkan untuk membentuk negara.
"Negara itu organisasi politik tertinggi di setiap masyarakat. Berarti Islam memandang politik itu bagian dari agama," sambung Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia ini.
Imam Al Ghazali, katanya mengutip ulama besar tersebut, pernah mengatakan bahwa negara dan agama itu adalah saudara kembar. Negara harus dijalankan berdasarkan moral agama. Sementara agama bisa dijalankan kalau dilindungi oleh negara.
"Agama tidak bisa dijalankan dengan baik kalau tidak ada perlindungan negara. Contohnya, zaman penjajahan agama tidak bisa berjalan karena negara anti agama Islam," ungkap Ketua Presidium KAHMI ini.
Meski demikian, negara sebagai organisasi politik tersebut tidak harus berbentuk dan bernama Islam. Islam menghajarkan untuk membentuk negara inklusif.
"Sehingga tidak disebut darul Islam, tapi darus salam, negara perdamaian. Ada toleransi di dalam negara. Itu ajaran Islam," sebutnya.
Untuk konteks Indonesia, dia menambahkan, tentang persenyawaan antara agama dan negara sudah final didiskusikan di Indonesia. Para pendiri bangsa menetapkan ideologi negara bersama Pancasila.
"Negara Pancasila itu itu adalah religious nation state. Negara kebangsaan yang berketuhanan. Berketuhanan itu artinya diberi spirit oleh agama-agama, bukan oleh satu agama," tandasnya. [Sujanews.com]