“Al Maidah 51 termasuk kategori Al Qur’an dan Hadits yang tidak dapat diperlakukan di Indonesia. Sama seperti hukum potong tangan,” katanya di auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).
Menurut dia, pengertian monotafsir dari Al Maidah 51 tidak ada keterkaitan Pilkada.
“Awliya itu pemimpin-pemimpin kelompok, sama seperti trias politica. Kalau pemimpin kolektif, legislatif, dan yudikatifnya semua mayoritas Nasrani baru ini dilarang,” jelasnya.
“Karena yang berlaku adalah undang-undang Pilkada, maka jelas muslim bisa memilih non-muslim. Tidak ada agama disitu,” timpalnya lagi.
Alasannya, lanjut pria seorang yang mengaku menjabat dewan pertimbangan MUI pusat ini, surat Al Maidah ayat 51 dalam kaitannya dalam pilkada berlaku ketika sudah diundang-undangkan. Ia mencontohkan, hukuman potong tangan bagi pencuri tidak berlaku karena tidak diundang-undangkan dalam KUHP.
“Dalam pilkada pun demikian, tidak ada dikatakan UUD pilkada sah kalau dilaksanakan dalam syariat agama masing-masing, karena itu ini ayat tidak diberlakukan, meskipun benar. Meskipun diyakini kebenarannya,” tegas dia.
Reporter: Muhammad Fajar
Editor : Ally Muhammad Abduh [Sujanews.com]