Miftachul mengatakan, tidak mungkin Ahok asal berkata-kata tanpa niat. Apalagi dalam kondisi tersebut apa yang Ahok ucapkan ada dalam sebuah kemasan pidato resmi.
"Jadi kalau ngomong enggak ada niat, dia ngelindur namanya. Apalagi ini disampaikan di pertengahan (pidato). Terasa ada sesuatu yang penting untuk disampaikan," kata Miftachul, yang dihadirkan JPU sebagai saksi di sidang ke-11, di Auditorium Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2017).
Menurutnya, kalimat penistaan agama oleh Ahok dilakukan dalam pidato kontroversialnya itu di Kepulauan Seribu.
"Kita tahu, ucapan itu kan dorongan ucapan hati," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan kalau tabayun hanya berlaku bagi umat Islam saja. Ia menilai dalam perkara ini, sehingga tak perlu dilakukan hal itu kepada Ahok. "Iya, memang kaidahnya begitu," kata Miftachul.
Menanggapi hal itu, salah seorang pengacara Ahok, Humprey Djemat mengatakan, kalau kliennya berhak mendapatkan tabayun terkait ucapannya soal Surat Al-Maidah Ayat 51.
"Kalau tidak benar, kenapa itu tidak dilarang dulu, kenapa baru sekarang dipermasalahkan. Kalau ada kalimat tidak jelas, kenapa tidak diklarifikasi atau tabayyun. Dalam persidangan selanjutnya, kami akan hadirkan saksi ahli untuk mengonfirmasi itu," ujar Humprey.
Diketahui, saat ini Ahok berstatus sebagai terdakwa dalam perkara dugaan penistaan agama. Pernyataannya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan Pasal 156 a KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman penjara paling lama lima tahun.
Editor : Redaktur | teropongsenayan.com [Sujanews.com]