Ketimpangan Harga di Jawa-Papua, Jokowi: Belum Ketemu Jurus Mengatasinya

Ketimpangan Harga di Jawa-Papua, Jokowi: Belum Ketemu Jurus Mengatasinya

Sujanews.com —   Masih timpangnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diakui pemerintah Indonesia. Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencontohkan perbedaan jauh harga-harga komoditas antara di Jawa dan luar Jawa.

“Bagaimana bisa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia kalau ada yang harganya di Jawa Rp 70 ribu sedangkan di Papua Rp 2,5 juta per sak semen. Yang ini saya belum berhasil, harganya belum turun karena jurusnya belum ketemu. Tapi insya Allah nanti harganya akan sama,” ujar Jokowi.

Hal itu ia sampaikan dalam sambutannya pada pembukaan Tanwir Muhammadiyah di Islamic Center Ambon, Maluku, Jumat (24/02/2017). Tanwir bertema “Kedaulatan dan Keadilan Sosial untuk Indonesia Berkemajuan” ini berlangsung hingga Ahad (26/02/2017).

Terkait visi keadilan sosial untuk Indonesia Berkemajuan, Jokowi mengakui keadilan sosial di negara ini masih harus diupayakan. Harga bahan bakar minyak (BBM) yang berbeda antara Pulau Jawa dengan Papua misalnya, kembali disinggung olehnya.

Menurutnya, dengan kebijakan BBM satu harga, pemerintah terus berupaya mengupayakan keadilan sosial tersebut. Namun, tugas pemerintah diakui belum selesai, sebab masih banyak komoditas lainnya yang menunjukkan belum terwujudnya keadilan sosial.

Selain itu, dalam mengurangi kesenjangan yang terjadi di Indonesia, pemerintah mengklaim sudah punya rencana untuk mengeluarkan kebijakan pemerataan ekonomi. Tiga sektor penting menjadi fokus kebijakan itu sebagai langkah awal.

“Pertama di reforma agraria dan redistribusi aset. Yang kedua, di bidang akses keuangan dan permodalan. Dan yang ketiga, dalam peningkatan pembangunan SDM,” ujar Jokowi lansir presidenri.go.id.

Diketahui, dalam kebijakan redistribusi aset, pemerintah mengaku hendak menjadikan rakyat memiliki sebidang tanah yang diakui oleh negara, agar dapat dimanfaatkan secara produktif.

Melalui kebijakan itu, diharapkan para petani yang tidak memiliki lahan maupun para masyarakat adat dapat memiliki lahan yang dapat ditingkatkan produktivitasnya oleh mereka. Dengan cara inilah rasio kesenjangan diklaim dapat menurun.

“Sekarang ini di kantong saya sudah ada 12,7 juta hektar lahan. Ini yang akan nanti dengan skema-skema khusus dibagikan entah untuk rakyat, koperasi, atau Muhammadiyah. Dengan catatan lahan itu harus produktif dan tidak bisa dijual lagi,” tambah Jokowi.

Tanggapi Kritikan Tajam Muhammadiyah

Pada acara pembukaan tanwir itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan berbagai kritikan tajam di depan Presiden Jokowi soal kondisi bangsa. Khususnya, soal penguasaan aset nasional.

“Pada tahun ini publik dikejutkan oleh data bahwa 1 persen orang menguasai 55 persen kekayaan Indonesia,” ujar Haedar dalam pidato iftitah Tanwir.

Naik panggung setelah Haedar, Jokowi mengaku hal itu. Ia bahkan menambahkan data yang sama-sama mencengangkan. “1 orang kadang pegang 300 ribu hektar, kadang 3 juta hektar, ada yang 700 ribu hektar,” ungkap Jokowi lantas menyatakan fakta miris sebaliknya soal petani.

“Petani ada yang tidak memiliki lahan karena hanya buruh tani. Yang memiliki pun, jika dirata-rata hanya seperempat hektar,” ungkapnya kutip pwmu.co.

Di akhir sambutan, Jokowi berharap agar dalam Tanwir Muhammadiyah ini turut terlahir gagasan-gagasan berkemajuan untuk mewujudkan keadilan sosial di Tanah Air. Pemukulan tifa oleh Jokowi setelah itu sekaligus menandai diresmikannya pembukaan Tanwir Muhammadiyah tahun 2017.

Setelah membuka Tanwir, Jokowi meninjau Klinik Apung Said Tuhuleley yang lokasi tidak jauh dari acara pertama. Sebelum meninjau, Presiden menekan tombol sirine kapal dan menandatangani Plakat Kuningan sebagai tanda Peresmian Klinik Apung Said Tuhuleley.  [Sujanews.com]