Seperti dikutip Republika (20/1), Erdogan akan berkuasa hingga 2029 nanti, jika Rancangan Undang-Undang itu disahkan oleh parlemen. Hal tersebut diyakini dapat memberikan stabilitas terhadap gejolak di dalam negeri yang marak terjadi saat ini dan agar mencegah kembalinya koalisi rapuh seperti di masa lalu.
Reformasi konstitusi Turki juga akan memungkinkan presiden untuk melakukan kebijakan diantaranya mengeluarkan dekrit, menyatakan status darurat negara, menunjuk menteri dan pejabat negara, serta membubarkan parlemen.
Setelah menyetujui empat pasal baru, Parlemen Turki kini telah menyetujui 11 pasal di babak kedua pemungutan suara. Hanya tersisa tujuh artikel yang perlu lolos dari persetujuan parlemen hingga Jumat (20/1) malam.
Untuk persetujuannya, Rancangan Undang-Undang memerlukan dukungan suara sekitar 330 perwakilan, dari 550 anggota parlemen. Undang-Undang akan dijadikan referendum, yang diperkirakan akan dilakukan pada musim semi nanti.
Namun dalam perdebatan Rancangan Undang – Undang tersebut, anggota parlemen, Aylin Nazliaka, melakukan protes terhadap kemungkinan semakin kuatnya pengaruh presiden. Tetapi protes Aylin justru memicu perkelahian antara anggota parlemen dari Partai AKP yang berkuasa dan partai oposisi.
Erdogan sendiri menjabat sebagai Presiden Turki pada 2014 lalu, setelah lebih dari satu dekade menjabat sebagai Perdana Menteri Turki. Sejak saat itu, ia mendominasi politik berkat popularitas pribadinya. Turki pun mengalami banyak perubahan dan kemajuan hasil dari kebijakan-kebijakan yang ia buat. [Sujanews.com]