69 Muslim Rohingya Tewas di Tangan Militer Myanmar

69 Muslim Rohingya Tewas di Tangan Militer Myanmar

Sujanews.com —  Sekira 69 orang yang disebut Pemerintah Myanmar sebagai anggota dari kelompok milisi Muslim Rohingya serta 17 prajurit keamanan telah tewas dalam pertempuran baru-baru ini di barat laut negara bagian Rakhine, klaim pihak militer, Selasa (15/11).
Korban tewas itu melebihi jumlah yang sebelumnya diumumkan surat kabar pemerintah Global New Light of Myanmar selama akhir pekan, dan menunjukkan skala peningkatan terbesar dari konflik yang meletus sejak sebulan lalu, lapor Reuters.

Para diplomat dan pengamat telah memberikan harapan bahwa militer dengan segera akan mengakhiri "operasi pembersihan" di bagian utara Rakhine yang merupakan daerah konflik, akan tetapi gelombang baru pembunuhan telah membuat keraguan atas prospek tersebut.

Kekerasan yang terjadi tersebut adalah yang paling serius sejak ratusan orang tewas dalam bentrokan komunal di Rakhine pada 2012 lalu.

Hal ini telah mempertajam ketegangan antara pemerintahan sipil pimpinan peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi yang baru berumur enam bulan dan tentara, yang sebelumnya memerintah selama puluhan tahun dan terus menguasai kekuatan kunci, termasuk kementerian-kementerian yang bertanggung jawab untuk keamanan hingga hari ini.

Tentara Myanmar juga telah ditempatkan ke daerah di sepanjang perbatasan Myanmar dengan Bangladesh dalam menanggapi serangan terkoordinasi pada tiga pos perbatasan pada 9 Oktober lalu yang menewaskan sembilan petugas polisi.

Mereka telah mengurung daerah yang sebagian besar penduduknya adalah etnis Muslim Rohingya, menutup akses pekerja sosial dan pengamat independen, serta melakukan penyisiran terhadap desa-desa di sana.

Sebanyak 1,1 juta Muslim Rohingya di Myanmar merupakan penduduk mayoritas di Rakhine Utara tetapi status kewarganegaraan mereka ditolak. Penganut Buddha di negara itu menganggap Muslim Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Komunitas itu juga harus menghadapi pelarangan bepergian secara keras dari pemerintah Myanmar. [siSujanews.com