Lelaki itu adalah Muhammad bin Abdullah yang kelak dikenal dengan Rasul penutup untuk umat manusia. Baru saja Allah memilihnya menjadi seorang Nabi dan Rasul, diutus untuk seluruh bangsa hingga akhir dunia. Namun, kini ia harus menghadapi ganasnya realita. Thaif, kota kecil yang ia singgahi, kota yang penduduknya masih memiliki ikatan kekerabatan dengan sukunya, telah mengabaikannya. Inilah kisah dakwah Nabi Muhammad di Thaif.
Rasulullah berharap ia akan disambut, tapi harapannya tak sesuai kenyataan. Para penduduk Thaif mencemoohnya, bahkan banyak pula yang memperingati orang-orang lain terhadap sosok Rasulullah Muhammad saw.
Dakwah Nabi Muhammad di Thaif dan Cemoohan yang Beliau Terima
“Aku tak mau bicara denganmu, pergi sana!”, teriak salah satu dari mereka. “Kalau engkau benar-benar Rasul, aku takut mendustakanmu..” dia memberitahukan alasan absurdnya.
“Namun, jika engkau berbohong, aku tak sudi bicara dengan pembohong!” Ia kemudian menyuruh anak-anak Thaif untuk menyorakinya bagaikan orang gila. Beberapa anak ikut mengambil batu dan melempari Rasulullah saw yang mulia. Kisah dakwah nabi Muhammad di Thaif ini memang agak menyedihkan.
Sampai Rasulullah tiba di suatu kebun milik seseorang dan beliau istirahat di sana. Sang pemilik kebun merasa kasihan, maka ia pun mengutus seorang anak muda untuk memberikan minuman kepada Rasulullah.
Kekuatan Koreksi diri Nabi Muhammad saw
Anak muda itu, Addas, menghampiri Rasulullah. Ia memperhatikan beliau dengan seksama. Rasulullah menyadari kedatangan Addas, beliau pun tersenyum.
“Apakah kau berasal dari Nineveh?”, tebak Rasulullah. Ia melihat tanda-tanda bahwa Addas adalah penduduk dari kota tersebut. Nineveh adalah kota kuno di wilayah Mesopotamia dan semacam ibukota dari Kekaisaran Neo-Assyrian. Kini, remah-remah Nineveh ada di wilayah Irak.
“Bagaimana Anda tahu?”, Addas terkejut.
Rasulullah tidak menjawab. Beliau malah melanjutkan ucapannya, “Kota dari seorang hamba yang soleh, Yunus bin Matta. Ia seorang nabi, begitu pula denganku”.
Kemudian Rasulullah mendoakannya dan Addas pun mencium kening Rasulullah. Bagi bangsa Arab, mencium kening adalah pernyataan rasa hormat dan cinta yang tinggi. Mungkin mirip seperti budaya mencium tangan di Indonesia. Tak diragukan, Addas menghormati beliau saw.
Rasulullah kembali berjalan, tertatih-tatih. Kakinya masih dirasa sakit, masih berdarah-darah akibat lemparan batu. Sebagian batu itu berhasil merobek kaki mulianya. Namun, tak ada keluhan yang terlontar dari mulut beliau. Malah, tak berapa lama kemudian beliau saw berhenti berjalan dan berdoa,
“Allahumma innii asyku ilaika dhaifa quwwati wa qillata hiilatii” (“Ya Allah, hanya kepadaMu kuadukan lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku…”)
Beliau tidak mengeluh. Beliau tidak mencaci kaumnya. Beliau tidak menyalahkan siapapun. Beliau hanya mengadukan kepada Allah bahwa dirinya lemah dan upayanya kurang maksimal, makanya penduduk Thaif tidak mau beriman. Namun, dakwah nabi Muhammad tidak pernah sia-sia.
Ini adalah proses koreksi diri yang luar biasa dan inilah kehebatan kisah Dakwah Nabi Muhammad di Thaif ini. Kita semua patut sekali meneladani beliau. Bayangkan kita bekerja keras demi sebuah proyek bisnis bernilai milyaran rupiah. Walaupun kita sudah berusaha sebaik mungkin, mengerahkan seluruh daya upaya, pada akhirnya, proyek bisnis itu gagal.
Di sini lah proses koreksi diri sangat diperlukan. Saat kita mengalami kegagalan, penting sekali bagi kita untuk introspeksi dan mengucapkan doa yang seperti Rasulullah ucapkan, “Allahumma innii asyku ilaika dhaifa quwwati wa qillata hiilatii” (“Ya Allah, hanya kepadaMu kuadukan lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku…”)
Inilah kualitas seorang lelaki yang pantas untuk dijadikan imam. Lelaki yang pantas diikuti, diberikan respekmu, dan ditaati. Inilah kualitas dari lelaki muslim yang seharusnya. Dakwah nabi Muhammad di Thaif ini telah memberi kita banyak pelajaran.
Wahai para lelaki, Anda adalah seorang imam, seorang pemimpin, seorang ayah, seorang Abi. Apa jadinya jika Anda tidak memiliki visi dan kegigihan dalam meraih visi Anda tersebut? Memang, Anda pasti akan gagal, itu tak terhindarkan. Namun, tirulah Dakwah Nabi Muhammad di Thaif ini.
Saat Anda terpuruk dan gagal, jangan menyalahkan siapapun. Koreksi dengan segera, adukan kelemahan diri Anda kepada Allah dan introspeksilah. Ucapkanlah apa yang diucapkan oleh nabi, “Allahumma innii asyku ilaika dhaifa quwwati wa qillata hiilatii” (“Ya Allah, hanya kepadaMu kuadukan lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku…”)
Bukankah memang ini seharusnya kualitas seorang lelaki muslim? Apakah kita tidak malu dengan kisah Dakwah Nabi Muhammad ini?