Sujanews.com — Anggota Komisi IV DPR Akmal Pasluddin mengaku prihatin di saat dua tahun kepemimpinan Jokowi-JK, bangsa Indonesia akan menyambut impor 400 ribu ekor sapi dari Meksiko.
Seharusnya, kata Akmal, persoalan impor tersebut tidak perlu terjadi jika tata kelola logistik daging sapi sudah baik, yang faktanya, hingga kini masih jauh dari harapan masyarakat.
"Terus terang saya sangat kecewa dan prihatin dengan kinerja pemerintah pada kasus pengelolaan daging sapi ini. Kita bukanlah anti impor. Tapi yang lebih penting adalah memenuhi janji pemimpin bangsa yang telah diucapkan awal kepemimpinannya untuk berani setop impor daging sapi, merupakan kalimat moral yang dipegang rakyat selama ia menjabat," kata Akmal kepada TeropongSenayan, Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Diketahui, sesuai pernyataan dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada Kamis (20/10/2016) lalu, bahwa Dubes Meksiko sedang menyiapkan 400 ribu ekor sapi. Menteri Amran beralasan, hal itu untuk menekan harga daging sapi di pasaran hingga mencapai harga Rp 80.000 per kilogram.
Menanggapi itu, Akmal ingat bahwa saat masih menjadi calon presiden, Jokowi menegaskan bahwa kelak pemerintahan yang dipimpinnya harus memiliki keberanian untuk setop impor daging sapi.
"Namun setelah kepemimpinan hingga dua tahun ini, impor bukannya berkurang malah terus bertambah dan menambah jumlah negara supplier, yakni Meksiko yang awalnya hanya Australia," tukasnya.
Akmal mengatakan, dari sektor swasta, para pengusaha telah melihat adanya perbaikan tata kelola daging yang diurus oleh Kementerian Perdagangan, khususnya terkait perizinan.
Namun, dari sisi masyarakat, baik sebagai konsumen maupun peternak sapi lokal, impor daging sapi ini merupakan pukulan berat yang terus-menerus ditanggung sepanjang 2 tahun terakhir.
"Meskipun demikian, saya mengapresiasi pemerintah yang telah mencoba menggeser mindset dari pemenuhan daging sapi menjadi pemenuhan protein di masyarakat. Hal itu karena pada dasarnya swasembada protein akan lebih mudah terealisasi dan memenuhi unsur diversifikasi pangan," ujarnya.
Oleh karenanya, Akmal berharap saat pembahasan anggaran bersama DPR, pemerintah seharusnya tidak mensimplifikasi persoalan tata kelola daging tersebut hanya sebatas urusan perdagangan antar negara.
Sebab, dengan adanya pembahasan anggaran tersebut, pemerintah memiliki visi untuk tujuan kesejahteraan petani, peternak dan mengangkat harkat martabat rakyat miskin Indonesia
"Saya sangat berharap pada pemerintah, bahwa negara ini mampu memproduksi pangan baik nabati maupun hewani termasuk daging sapi. Jika impor selalu menjadi jalan keluar dari masalah yang ada, menunjukkan pemerintah malas bekerja atau tidak mampu bekerja," paparnya.
Akmal menambahkan persoalan anggaran tersebut harus menjadi hal yang serius diperhatikan. Sebab, pada APBN 2015, Kementerian Pertanian memiliki alokasi anggaran sebesar Rp 32,7 triliun yang merupakan terbesar sepanjang pengelolaan pemerintahan Indonesia.
Meskipun pada akhirnya Kementerian Pertanian mengalami pemotongan anggaran menjadi 31,5 triliun pada APBN 2016 karena ketidak-mampuan pemerintah memenuhi target penerimaan negara. Namun Kementerian Pertanian tersebut tetap memiliki anggaran terbesar kesembilan dari 34 kementerian.
"Sangat ironi dukungan politik anggaran kepada pemerintah bidang pertanian ini cuma hanya bisa impor sepanjang tahun," terangnya.
Politisi PKS ini masih berharap, bahwa tahun-tahun mendatang, pemerintah mampu mengurangi jumlah impor pangan termasuk daging sapi, baik sapi hidup maupun daging beku.
"Selama pemimpin negara tidak mampu membuktikan janji yang diucapkan, maka selama itu pula masyarakat memandang rendah moral pemerintah," tutupnya. (ts)