Komnas HAM Sebut Ahok Manipulatif

Komnas HAM Sebut Ahok Manipulatif

Sujanews.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghentikan penggusuran di kawasan Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan, sampai gugatan warga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghasilkan keputusan tetap.

"Pemerintah DKI harus menghormati hukum," ujar Komisioner Komnas HAM Siane Indriani, ketika menerima aduan warga Bukit Duri di Komnas HAM, Jakarta, Kamis (8/9).

Komnas HAM memandang penggusuran bukanlah solusi untuk kesejahteraan masyarakat. Alih-alih menggusur dan memindahkan warga ke rumah susun yang menyewa, DKI diminta untuk mengevaluasi kembali penataan kotanya.

Apalagi, terkait Bukit Duri, Pemprov DKI Jakarta di bawah pimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama hampir tidak pernah melakukan dialog dengan warga. "Kalau ada kata-kata 'memberikan rusunawa', itu artinya manipulatif, sebab rusun itu bukan diberikan, tapi disewa. Yang menjadi korban lagi-lagi kelompok miskin," kata Siane menambahkan.

Komnas HAM akan memberikan surat resmi kepada Gubernur DKI agar menghentikan rencana penggusuran Bukit Duri dan memberikan perhatian terhadap keinginan warga. Kalau tidak digubris, Komnas HAM berjanji terus memberikan surat rekomendasi. "Akan ada surat kedua, ketiga. Kami yakin masyarakat akan memberikan penilaian sendiri," ujar Siane.

Setelah dua surat peringatan kepada warga, Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan penggusuran rumah-rumah di Bukit Duri, diperkirakan pada 14 September 2016. Wilayah yang terkena kebijakan normalisasi Kali Ciliwung adalah RW 9, RW 10, RW 11, dan RW 12.

Menurut Siane, pihaknya menyesalkan tindakan Pemerintah DKI Jakarta yang tetap mengeluarkan dua surat peringatan kepada warga Bukit Duri, walaupun gugatan warga kepada pemerintah melalui mekanisme perwakilan kelompok (class action) sedang bergulir di pengadilan.

Adapun gugatan tersebut terdaftar dalam perkara perdata nomor: 262/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST pada tanggal 10 Mei 2016. "Kalau tidak dihentikan sampai adanya putusan hukum tetap, artinya kepala daerah DKI tidak menghormati hukum," kata Siane.