Seladi memulung sampah sejak 2004 silam. Saat itu kondisi keluarganya sangat membutuhkan biaya untuk kehidupan sehari-hari dan pendidikan ketiga anaknya. Meski begitu, Seladi mengaku pekerjaan sampingannya itu tidak campur aduk dengan tugas sebagai Polisi.
"Saya waktu itu terjepit masalah biaya untuk anak istri saya. Karena kebutuhan lain saya memilih memulung. Tahun 2004 sudah mulai. Itu pun kalo saya piket malam . Jadi tidak saya campuradukan antara tugas Polisi dan memulung," kata Seladi di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Senin (23/5/2016).
Dengan didampingi Kapolres Malang Kota, AKBP Decky Hendarsono, Bripka Seladi menuturkan, awalnya memulung sampah karena melihat sampah berserakan di Polres Malang. Dari situ Bripka Seladi berinisiatif untuk mengumpulkan sampah-sampah tersebut dan membawa pulang. Namun, hal itu tidak disetujui oleh sang istri Ngatiani yang menganggap sampah membawa penyakit.
"Besoknya lepas dinas pagi, jam 7 malam saya gerak. Saya ambili sdan bawa pulang. Di rumah, istri saya bilang ngambilin sampah isuk-isuk ke rumah. Istri saya marah tidak boleh dibawa pulang," ujarnya.
Seladi akhirnya mencari lahan untuk menyimpan sampah-sampahnya, sebelum dipilah antara sampah plastik dan kertas.
Pertama kali menjual sampah-sampahnya, Seladi mendapatkan keuntungan sebesar Rp 25 ribu/hari. Karena tidak terlalu signifikan, Seladi mencoba menjualnya per bulan sekali, dengan keuntungan Rp 400 ribu.
"Setelah dapat Rp 400 ribu, istri dan anak-anak saya senang. Dan akhirnya istri saya bilang, saya dukung bapak, cuma jangan di rumah itu kotor," pungkasnya. (plt)