SujaNEWS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) La Ode Syarif mengungkapkan, bahwasanya ada Gentlement Agreement antara lembaganya dengan pemerintah, yang membahas soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Kesepakatan yang secara garis besar menyetujui adanya revisi itu, dibuat saat lembaga antirasuah dipimpin oleh Taufiequrrachman Ruki sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua.
“Bahwa sebelum kami masuk, ada yang namanya Gentlement Agreement antara pimpinan KPK sebelumnya yang Pelaksana Tugas (Plt) dengan pemerintah bahwa ada revisi UU KPK,” terang La Ode, dalam sebuah diskusi, Jakarta, Kamis (18/2).
Dikatakan La Ode, nota kesepahaman itu menyebut bahwa pemerintah sepakat memasukan Pasal yang memperbolehkan KPK mengangkat penyelidik dan penyidik independen. Joko Widodo Cs juga menerima usulan terkait penyadapan yang tidak perlu meminta izin Pengadilan.
“Ada empat poin. KPK boleh angkat penyelidik dan penyidik sendiri. Kedua, sadap tidak boleh izin pengadilan. Ketiga, ada Dewan Etik. Keempat, ada pemberian kewenangan baru yaitu SP3,” papar dia.
Sebetulnya, sambung La Ode, komisioner KPK saat ini bisa saja menolak Gentlement Agreement itu. Tapi menurut La Ode bukan itu masalahnya.
Permasalahannya adalah draft yang diterima dari Badan Legislasi DPR justru berbeda jauh dengan kesepakatan antara KPK serta pemerintah. Dan draft tersebut sama sekali tidak terlihat niat baik untuk memperkuat KPK.
“Setelah kami lihat itu tak ada yanf menguatkan. Kami berkirim surat di tanda tangan berlima diberikan ke DPR,” jelas dia.
Poin krusial lainnya adalah karena KPK sejak dipimpin Agus Rahardjo tidak pernah diajak berdiskusi merumuskan draft revisi itu. Bahkan, La Ode menyebut juga nihilnya naskah akademik.
“Setiap revisi harus ada naskah akademik yang didiskusikan di DPR oleh stakeholder, dan ini tidak dilalui. Setiap revisi harus didiskusikan dengan lembaga itu sendiri. Proses itu kami tidak terlibat, maka kami tolak,” pungkasnya.
Sumber: Aktual
Kesepakatan yang secara garis besar menyetujui adanya revisi itu, dibuat saat lembaga antirasuah dipimpin oleh Taufiequrrachman Ruki sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua.
“Bahwa sebelum kami masuk, ada yang namanya Gentlement Agreement antara pimpinan KPK sebelumnya yang Pelaksana Tugas (Plt) dengan pemerintah bahwa ada revisi UU KPK,” terang La Ode, dalam sebuah diskusi, Jakarta, Kamis (18/2).
Dikatakan La Ode, nota kesepahaman itu menyebut bahwa pemerintah sepakat memasukan Pasal yang memperbolehkan KPK mengangkat penyelidik dan penyidik independen. Joko Widodo Cs juga menerima usulan terkait penyadapan yang tidak perlu meminta izin Pengadilan.
“Ada empat poin. KPK boleh angkat penyelidik dan penyidik sendiri. Kedua, sadap tidak boleh izin pengadilan. Ketiga, ada Dewan Etik. Keempat, ada pemberian kewenangan baru yaitu SP3,” papar dia.
Sebetulnya, sambung La Ode, komisioner KPK saat ini bisa saja menolak Gentlement Agreement itu. Tapi menurut La Ode bukan itu masalahnya.
Permasalahannya adalah draft yang diterima dari Badan Legislasi DPR justru berbeda jauh dengan kesepakatan antara KPK serta pemerintah. Dan draft tersebut sama sekali tidak terlihat niat baik untuk memperkuat KPK.
“Setelah kami lihat itu tak ada yanf menguatkan. Kami berkirim surat di tanda tangan berlima diberikan ke DPR,” jelas dia.
Poin krusial lainnya adalah karena KPK sejak dipimpin Agus Rahardjo tidak pernah diajak berdiskusi merumuskan draft revisi itu. Bahkan, La Ode menyebut juga nihilnya naskah akademik.
“Setiap revisi harus ada naskah akademik yang didiskusikan di DPR oleh stakeholder, dan ini tidak dilalui. Setiap revisi harus didiskusikan dengan lembaga itu sendiri. Proses itu kami tidak terlibat, maka kami tolak,” pungkasnya.
Sumber: Aktual