SujaNEWS.com — Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini meminta pemerintah membuka secara transparan perhitungan harga pokok Bahan Bakar Minyak (BBM) di saat harga minyak mentah dunia terus menurun belakangan ini.
Menurut Jazuli, akibat dari tidak transparansi ini pemerintah mengabaikan kewajibannya untuk mengevaluasi harga BBM (Premium dan Pertamax) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No.4/2015.
“Harga minyak dunia sudah turun. Malaysia saja menjual BBM setara Pertamax Plus dengan harga yang kalau dikurskan sekitar 5.600 Rupiah,” ungkap Jazuli sebelum penyelenggaran Focus Group Discussion (FGD) “Fenomena Kejatuhan Harga Minyak Dunia: Menyingkap Harga BBM Pro-Rakyat” di Ruang Rapat Pleno Fraksi PKS DPR RI, Kamis (4/2).
Diketahui, Pada bulan Januari 2016, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) ditutup di level US$31,41 per barel, turun US$1,75, atau 5,28 persen dibanding bulan sebelumnya. Minyak jenis Brent jatuh sebesar US$1,99 menjadi US$31,56 per barel, ini adalah level terendah sejak April 2004.
Oleh karena itu, Jazuli menegaskan pemerintah perlu konsisten dengan penyesuaian harga minyak dunia.
“Pemerintah di awal periode 2014-2019 memutuskan untuk tidak menentukan harga BBM yang tetap, namun harganya berdasarkan kajian terhadap harga minyak dunia, dengan evaluasi per 3 bulan. Kini ketika harganya turun, pemerintah perlu buktikan konsistensinya,” papar Jazuli.
Dalam FGD ini pula, sekaligus dirilis hasil kajian Bidang Industri dan Pembangunan (Inbang) Fraksi PKS DPR RI tentang Perhitungan Biaya Pokok BBM.
“Fraksi PKS memiliki kajian, seharusnya harga pokok Premium sebesar Rp. 5.700. Tapi, pemerintah memiliki perhitungan sendiri sebesar Rp. 6.900. Jadi, ada selisih yang belum dibuka secara transparan kepada publik,” jelas Jazuli.
FGD yang berlangsung mulai pukul 13.00 hingga 16.00 ini, menghadirkan beberapa pemapar, yaitu Direktur INDEF Enny Sri Hartati, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wiraatmaja Puja, dan Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.
Menurut Jazuli, akibat dari tidak transparansi ini pemerintah mengabaikan kewajibannya untuk mengevaluasi harga BBM (Premium dan Pertamax) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No.4/2015.
“Harga minyak dunia sudah turun. Malaysia saja menjual BBM setara Pertamax Plus dengan harga yang kalau dikurskan sekitar 5.600 Rupiah,” ungkap Jazuli sebelum penyelenggaran Focus Group Discussion (FGD) “Fenomena Kejatuhan Harga Minyak Dunia: Menyingkap Harga BBM Pro-Rakyat” di Ruang Rapat Pleno Fraksi PKS DPR RI, Kamis (4/2).
Diketahui, Pada bulan Januari 2016, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) ditutup di level US$31,41 per barel, turun US$1,75, atau 5,28 persen dibanding bulan sebelumnya. Minyak jenis Brent jatuh sebesar US$1,99 menjadi US$31,56 per barel, ini adalah level terendah sejak April 2004.
Oleh karena itu, Jazuli menegaskan pemerintah perlu konsisten dengan penyesuaian harga minyak dunia.
“Pemerintah di awal periode 2014-2019 memutuskan untuk tidak menentukan harga BBM yang tetap, namun harganya berdasarkan kajian terhadap harga minyak dunia, dengan evaluasi per 3 bulan. Kini ketika harganya turun, pemerintah perlu buktikan konsistensinya,” papar Jazuli.
Dalam FGD ini pula, sekaligus dirilis hasil kajian Bidang Industri dan Pembangunan (Inbang) Fraksi PKS DPR RI tentang Perhitungan Biaya Pokok BBM.
“Fraksi PKS memiliki kajian, seharusnya harga pokok Premium sebesar Rp. 5.700. Tapi, pemerintah memiliki perhitungan sendiri sebesar Rp. 6.900. Jadi, ada selisih yang belum dibuka secara transparan kepada publik,” jelas Jazuli.
FGD yang berlangsung mulai pukul 13.00 hingga 16.00 ini, menghadirkan beberapa pemapar, yaitu Direktur INDEF Enny Sri Hartati, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wiraatmaja Puja, dan Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro.