SujaNEWS.com — Anggota Komisi VIII DPR RI, Khatibul Umam Wiranu, menyesalkan langkah Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) yang mengumumkan ada 19 pesantren yang terindikasi mengajarkan radikalisme dan terorisme.
Menurutnya, BNPT ceroboh dengan mengumumkan hal tersebut tanpa berkoordinasi dengan Kementerian Agama, BIN, dan tokoh masyarakat tempat 19 pesantren itu bernaung.
''Dengan statement ini warning saja, bisa jadi salah. Untuk tahu salah apa benar kan perlu diverifikasi, dan itu tugas Kementerian Agama yang punya infrastruktur sampai desa,'' kata Khatibul saat dihubungi, Jumat (5/2).
Berhubung BNPT sudah mengumumkan jumlah pesantren itu, maka DPR yang pada Kamis (4/2) malam melakukan rapat dengan Menag, meminta Menteri Agama turun langsung ke 19 pesantren dengan cara yang tidak formal, guna melakukan kajian apa yang diajarkan.
Jadi, lanjutnya, sebelum ada verifikasi, sebaiknya tidak boleh disampaikan ke publik. karena harus ada koordinasi dengan tiga pihak, dan yang berhak memutuskan apakah pesantren itu 'sesat' atau tidak departemen agama. Kalau Depag tidak mampu, maka mereka bisa menyerahkan kepada penegak hukum.
''Jangan ngomong ada 19 pesantren. Tapi rinci ada di desa ini, ketuanya siapa, alamat tinggalnya dimana, alamat pondoknya dimana. Jadi tidak bisa ngomong ada 5 pesantren. Itu pernyataan yang tidak faktual. Ini membuat nama pesantren tercemar dan dicurigai. Nanti kalau pesantren se-Indonesia nuntut ke BNPT bisa juga, karena merasa disudutkan,'' ucap dia.
Menurutnya, BNPT ceroboh dengan mengumumkan hal tersebut tanpa berkoordinasi dengan Kementerian Agama, BIN, dan tokoh masyarakat tempat 19 pesantren itu bernaung.
''Dengan statement ini warning saja, bisa jadi salah. Untuk tahu salah apa benar kan perlu diverifikasi, dan itu tugas Kementerian Agama yang punya infrastruktur sampai desa,'' kata Khatibul saat dihubungi, Jumat (5/2).
Berhubung BNPT sudah mengumumkan jumlah pesantren itu, maka DPR yang pada Kamis (4/2) malam melakukan rapat dengan Menag, meminta Menteri Agama turun langsung ke 19 pesantren dengan cara yang tidak formal, guna melakukan kajian apa yang diajarkan.
Jadi, lanjutnya, sebelum ada verifikasi, sebaiknya tidak boleh disampaikan ke publik. karena harus ada koordinasi dengan tiga pihak, dan yang berhak memutuskan apakah pesantren itu 'sesat' atau tidak departemen agama. Kalau Depag tidak mampu, maka mereka bisa menyerahkan kepada penegak hukum.
''Jangan ngomong ada 19 pesantren. Tapi rinci ada di desa ini, ketuanya siapa, alamat tinggalnya dimana, alamat pondoknya dimana. Jadi tidak bisa ngomong ada 5 pesantren. Itu pernyataan yang tidak faktual. Ini membuat nama pesantren tercemar dan dicurigai. Nanti kalau pesantren se-Indonesia nuntut ke BNPT bisa juga, karena merasa disudutkan,'' ucap dia.