SujaNEWS.com — Gonjang ganjing tentang peraturan BPJS Ketenagakerjaan yang menuai banyak penolakan menuai hasil setelah dilakukan revisi oleh presiden. Di mana pencairan dana JHT yang tadinya 10% setelah 10 tahun kepesertaan dan sisanya setelah pekerja berumur 56 tahun, bisa langsung dicairkan dalam waktu satu bulan untuk mereka yang berhenti kerja atau PHK.
Baca juga: Salah Ketik 'Alutsista', Netizen Sindir Presiden Jokowi
Ternyata dalam penetapan Peraturan Pemerintah tentang masalah tersebut, yang kemudian akan direvisi oleh Presiden Jokowi ini dianggap bermasalah.
Dalam hal ini, Ketua Komisi IX Bidang Tenaga Kerja DPR Dede Yusuf mempertanyakan minimnya sosialisasi dari pemerintah Jokowi terkait aturan baru BPJS yang akhirnya menjadi polemik.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS memerintahkan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Ternyata Peraturan Pemerintah-nya baru diteken Presiden 30 Juni. Padahal Komisi IX sudah minta sejak lama untuk disosialisasikan,” kata Dede, sebagaimana dilansir CNN Indonesia, Jumat (3/7).
Terjadinya permasalahan terutama pada PP Nomor 46 Tahun 2015, yang menyebutkan pencairan dana JHT setelah 10 tahun kepesertaan sebesar 10% dan sisanya diambil saat pekerja berumur 56 tahun ini, menurut Dede, Jokowi hanya meneken tanpa membaca isi PP tersebut, padahal PP ini merupakan induk dari UU BPJS Ketenagakerjaan.
“Apakah Pak Presiden Jokowi sudah membaca isi PP yang ditekennya? Jangan-jangan tidak mengetahui isi PP, bahwa besaran nilai yang bisa diambil setelah 10 tahun hanya 10 persen,” kata Dede.
Besaran nilai JHT 10% setelah sepuluh tahun, yang sekarang akan di revisi itu diatur oleh PP yang ditandatangani Jokowi..
“Jadi ketentuan bahwa JHT hanya bisa diambil sebesar 10 persen setelah 10 tahun diatur dalam PP yang diteken Presiden pada 30 Juni tersebut,” ujar Dede.
Menurut Juru Bicara Partai Demokrat ini, Komisi IX pun telah meneken surat pemanggilan terhadap Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya untuk dimintai keterangan.
“Pertanggungjawabkan dan beri penjelasan mengapa kebijakan ini seolah-olah sembunyi-sembunyi. Kenapa PP baru diteken H-1 atau sehari sebelum diterapkan? Ada apa di balik batu?” ujar Dede.
Sebelumnya DPR meminta pemerintah memberi jeda masa transisi minimal satu tahun antara penekenan PP dan waktu penerapan. Agar sosialisasi dapat dilakukan dengan baik.
“Jangan dulu diterapkan sebelum disepakati sepenuhnya dengan Komisi IX DPR,” tegas Dede.
(sam)
Baca juga: Salah Ketik 'Alutsista', Netizen Sindir Presiden Jokowi
Ternyata dalam penetapan Peraturan Pemerintah tentang masalah tersebut, yang kemudian akan direvisi oleh Presiden Jokowi ini dianggap bermasalah.
Dalam hal ini, Ketua Komisi IX Bidang Tenaga Kerja DPR Dede Yusuf mempertanyakan minimnya sosialisasi dari pemerintah Jokowi terkait aturan baru BPJS yang akhirnya menjadi polemik.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS memerintahkan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Ternyata Peraturan Pemerintah-nya baru diteken Presiden 30 Juni. Padahal Komisi IX sudah minta sejak lama untuk disosialisasikan,” kata Dede, sebagaimana dilansir CNN Indonesia, Jumat (3/7).
Terjadinya permasalahan terutama pada PP Nomor 46 Tahun 2015, yang menyebutkan pencairan dana JHT setelah 10 tahun kepesertaan sebesar 10% dan sisanya diambil saat pekerja berumur 56 tahun ini, menurut Dede, Jokowi hanya meneken tanpa membaca isi PP tersebut, padahal PP ini merupakan induk dari UU BPJS Ketenagakerjaan.
“Apakah Pak Presiden Jokowi sudah membaca isi PP yang ditekennya? Jangan-jangan tidak mengetahui isi PP, bahwa besaran nilai yang bisa diambil setelah 10 tahun hanya 10 persen,” kata Dede.
Besaran nilai JHT 10% setelah sepuluh tahun, yang sekarang akan di revisi itu diatur oleh PP yang ditandatangani Jokowi..
“Jadi ketentuan bahwa JHT hanya bisa diambil sebesar 10 persen setelah 10 tahun diatur dalam PP yang diteken Presiden pada 30 Juni tersebut,” ujar Dede.
Menurut Juru Bicara Partai Demokrat ini, Komisi IX pun telah meneken surat pemanggilan terhadap Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya untuk dimintai keterangan.
“Pertanggungjawabkan dan beri penjelasan mengapa kebijakan ini seolah-olah sembunyi-sembunyi. Kenapa PP baru diteken H-1 atau sehari sebelum diterapkan? Ada apa di balik batu?” ujar Dede.
Sebelumnya DPR meminta pemerintah memberi jeda masa transisi minimal satu tahun antara penekenan PP dan waktu penerapan. Agar sosialisasi dapat dilakukan dengan baik.
“Jangan dulu diterapkan sebelum disepakati sepenuhnya dengan Komisi IX DPR,” tegas Dede.
(sam)