SujaNEWS.com — Laporan cukup mengejutkan disampaikan Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Kimia Industri dan Pertambangan (FSPKIP) Cilacap, Agus Hidayat, dalam acara buka puasa bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri, di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Cilacap, Senin (30/6). Dalam pertemuan yang dihadiri jajaran pengurus Serikat Buruh se Kabupaten Cilacap tersebut, Agus mengungkapkan sejumlah pelanggaran menyangkut keberadaan tenaga kerja asing di sejumlah proyek besar di Cilacap.
”Di proyek-proyek besar yang dibangun investor asing di Cilacap, jumlah tenaga kerja asing yang dipekerjakan cukup banyak. Mereka tidak hanya bekerja di tingkat pekerjaan yang sebenarnya diizinkan UU. Namun juga banyak yang bekerja di tingkat pekerjaan yang sebenarnya diizinkan UU, seperti kedudukan sebagai mandor,” jelas Agus.
Bahkan dia menyebutkan, perbedaan gaji yang diterima oleh pekerja asing untuk jabatan yang sama, jauh lebih besar dari pekerja lokal. ”Perbedaannya bisa mencapai 10 kali lipat. Ini menimbulkan pertanyaan di kalangan pekerja lokal, kenapa pekerja asing dengan jabatan yang sama bisa mendapat gaji yang berbeda jauh dengan pekerja lokal,” katanya.
Manakertrans Hanif Dhakiri yang mendapat laporan tersebut, langsung memerintahkan staf yang menyertainya untuk mengecek masalah ini. ”Kalau memang laporan itu benar, maka ini sudah menyalahi aturan. Kita akan cek masalah itu,” jelasnya.
Agus yang ditemui wartawan di sela acara tersebut menjelaskan, salah satu proyek besar yang dalam pengerjaannya mendatangkan cukup banyak pekerja asing adalah proyek PLTU Bunton II di Desa Bunton Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Dia menyebutkan, di PLTU yang diproyeksikan akan memiliki kapasitas produksi listrik 1 x 700 megawatt dengan nilai investasi sebesar Rp 2,2 triliun tersebut, ada sekitar 400 pekerja asing asal Cina yang dilibatkan.
Yang menjadi persoalan, mereka tidak hanya mengisi posisi pekerjaan di tingkat manajer ke atas saja. Namun kebanyakan justru bekerja sebagai pekerja lapangan, seperti sebagai mandor. ”Untuk posisi seperti mandor, pekerja asing tersebut bisa mendapat gaji sampai Rp 30 juta per bulan. Sementara untuk pekerja lokal dengan posisi pekerjaan yang sama, hanya mendapat gaji Rp 3 juta per bulan,” jelasnya.
Dia menyebutkan, mayoritas pekerja asing yang mengerjakan proyek tersebut adalah pekerja asing asal Cina. Hal ini karena proyek tersebut memang dibangun oleh konsorsium yang melibatkan investor asal Cina. ”Dengan banyaknya pekerja asing yang dilibatkan tersebut, maka sebenarnya nilai investasi yang ditanamkan di Indonesia sebenarnya jauh lebih sedikit dari nilai investasi yang disebutkan. Soalnya, dana investasi tersebut sebagian besar justru kembali lagi ke negaranya melalui gaji yang diberikan pada tenaga kerja mereka,” jelasnya.
Menakertrans Hanif Dhakiri menegaskan, apa yang diungkapkan Ketua DPC FSPKIP Cilacap tersebut telah melanggar UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan. Sesuai UU tersebut, posisi yang bisa diduduki pekerja asing hanya untuk level jabatan yang membutuhkan keahlian tertentu atau ekspert. ”Untuk jabatan yang bisa dikerjakan pekerja lokal, harus diduduki oleh pekerja lokal,” katanya.
Bila laporan tersebut benar, kata Hanif, maka pihaknya akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan ketenaga kerjaan yang berlaku. ”Kita juga pernah mendapatkan kasus pekerja ilegal seperti ini pada satu proyek yang bergerak di bidang pertambangan. Saat itu, ada 24 pekerja asing yang langsung kita deportasi,” jelasnya.
Dia menyebutkan, dalam kasus tenaga kerja asing, pemerintah Indonesia sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan. Selama mereka merupakan pekerja yang legal, pemerintah tidak akan mempersoalkan. ”Namun bila menyalahi ketentuan, kita akan mengambil tindakan tegas,” katanya.
sumber: republika.co.id
”Di proyek-proyek besar yang dibangun investor asing di Cilacap, jumlah tenaga kerja asing yang dipekerjakan cukup banyak. Mereka tidak hanya bekerja di tingkat pekerjaan yang sebenarnya diizinkan UU. Namun juga banyak yang bekerja di tingkat pekerjaan yang sebenarnya diizinkan UU, seperti kedudukan sebagai mandor,” jelas Agus.
Bahkan dia menyebutkan, perbedaan gaji yang diterima oleh pekerja asing untuk jabatan yang sama, jauh lebih besar dari pekerja lokal. ”Perbedaannya bisa mencapai 10 kali lipat. Ini menimbulkan pertanyaan di kalangan pekerja lokal, kenapa pekerja asing dengan jabatan yang sama bisa mendapat gaji yang berbeda jauh dengan pekerja lokal,” katanya.
Manakertrans Hanif Dhakiri yang mendapat laporan tersebut, langsung memerintahkan staf yang menyertainya untuk mengecek masalah ini. ”Kalau memang laporan itu benar, maka ini sudah menyalahi aturan. Kita akan cek masalah itu,” jelasnya.
Agus yang ditemui wartawan di sela acara tersebut menjelaskan, salah satu proyek besar yang dalam pengerjaannya mendatangkan cukup banyak pekerja asing adalah proyek PLTU Bunton II di Desa Bunton Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Dia menyebutkan, di PLTU yang diproyeksikan akan memiliki kapasitas produksi listrik 1 x 700 megawatt dengan nilai investasi sebesar Rp 2,2 triliun tersebut, ada sekitar 400 pekerja asing asal Cina yang dilibatkan.
Yang menjadi persoalan, mereka tidak hanya mengisi posisi pekerjaan di tingkat manajer ke atas saja. Namun kebanyakan justru bekerja sebagai pekerja lapangan, seperti sebagai mandor. ”Untuk posisi seperti mandor, pekerja asing tersebut bisa mendapat gaji sampai Rp 30 juta per bulan. Sementara untuk pekerja lokal dengan posisi pekerjaan yang sama, hanya mendapat gaji Rp 3 juta per bulan,” jelasnya.
Dia menyebutkan, mayoritas pekerja asing yang mengerjakan proyek tersebut adalah pekerja asing asal Cina. Hal ini karena proyek tersebut memang dibangun oleh konsorsium yang melibatkan investor asal Cina. ”Dengan banyaknya pekerja asing yang dilibatkan tersebut, maka sebenarnya nilai investasi yang ditanamkan di Indonesia sebenarnya jauh lebih sedikit dari nilai investasi yang disebutkan. Soalnya, dana investasi tersebut sebagian besar justru kembali lagi ke negaranya melalui gaji yang diberikan pada tenaga kerja mereka,” jelasnya.
Menakertrans Hanif Dhakiri menegaskan, apa yang diungkapkan Ketua DPC FSPKIP Cilacap tersebut telah melanggar UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan. Sesuai UU tersebut, posisi yang bisa diduduki pekerja asing hanya untuk level jabatan yang membutuhkan keahlian tertentu atau ekspert. ”Untuk jabatan yang bisa dikerjakan pekerja lokal, harus diduduki oleh pekerja lokal,” katanya.
Bila laporan tersebut benar, kata Hanif, maka pihaknya akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan ketenaga kerjaan yang berlaku. ”Kita juga pernah mendapatkan kasus pekerja ilegal seperti ini pada satu proyek yang bergerak di bidang pertambangan. Saat itu, ada 24 pekerja asing yang langsung kita deportasi,” jelasnya.
Dia menyebutkan, dalam kasus tenaga kerja asing, pemerintah Indonesia sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan. Selama mereka merupakan pekerja yang legal, pemerintah tidak akan mempersoalkan. ”Namun bila menyalahi ketentuan, kita akan mengambil tindakan tegas,” katanya.
sumber: republika.co.id