SujaNEWS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai tak memahami keyakinan mayoritas masyarakat Jakarta. Sehingga, ia seenaknya melontarkan pernyataan mengenai bir.
"Para pejabat publik termasuk Gubernur Ahok sebaiknya menghindari pernyataan yang berpotensi mengandung amarah publik. Saya yakin Gubernur Ahok mengatakan 'kalau ada yang bilang dosa minum alkohol, nyuri duit rakyat lebih dosa' karena beliau kurang paham keyakinan mayoritas masyarakat DKI," kata sosiolog, Musni Umar, Sabtu (11/4).
Musni mengingatkan, mayoritas masyarakat DKI beragama Islam. Sedangkan dalam Islam, ada larangan yang sangat tegas untuk mengkonsumsi alkohol. Hal ini, tercantum dalam Alquran.
"Meminum alkohol yang disebut khamar dalam Alquran secara tegas diharamkan," tegasnya.
Dijelaskannya, larangan meminum alkohol sama seperti larangan mencuri uang rakyat. Apabila tetap dilakukan, sambung Musni, akan mendatangkan dosa bagi si pelaku.
"Dua-duanya dosa dan tidak boleh dilakukan. Itu bersifat ideologis yang sebagian besar masyarakat Indonesia mengimani, walaupun masih banyak yang melanggar," tuturnya seperti dikutip dari JPNN.
Musni juga mengingatkan agar para pejabat publik tidak mengeluarkan pernyataan yang bisa mengundang reaksi negatif dari publik. Sebab, hal ini akan menimbulkan ketidakharmonisan, gangguan stabilitas sosial, dan politik. [wid]
"Para pejabat publik termasuk Gubernur Ahok sebaiknya menghindari pernyataan yang berpotensi mengandung amarah publik. Saya yakin Gubernur Ahok mengatakan 'kalau ada yang bilang dosa minum alkohol, nyuri duit rakyat lebih dosa' karena beliau kurang paham keyakinan mayoritas masyarakat DKI," kata sosiolog, Musni Umar, Sabtu (11/4).
Musni mengingatkan, mayoritas masyarakat DKI beragama Islam. Sedangkan dalam Islam, ada larangan yang sangat tegas untuk mengkonsumsi alkohol. Hal ini, tercantum dalam Alquran.
"Meminum alkohol yang disebut khamar dalam Alquran secara tegas diharamkan," tegasnya.
Dijelaskannya, larangan meminum alkohol sama seperti larangan mencuri uang rakyat. Apabila tetap dilakukan, sambung Musni, akan mendatangkan dosa bagi si pelaku.
"Dua-duanya dosa dan tidak boleh dilakukan. Itu bersifat ideologis yang sebagian besar masyarakat Indonesia mengimani, walaupun masih banyak yang melanggar," tuturnya seperti dikutip dari JPNN.
Musni juga mengingatkan agar para pejabat publik tidak mengeluarkan pernyataan yang bisa mengundang reaksi negatif dari publik. Sebab, hal ini akan menimbulkan ketidakharmonisan, gangguan stabilitas sosial, dan politik. [wid]