SUJA - Di tengah kian buruknya sisi kehumasan (public relation/PR) Israel akibat serangan brutal dan pembantaian warga sipil Gaza, transportasi udara negara itu berpeluang lumpuh. Hal itu bisa terjadi bila Hamas mengintensifkan serangan roke mereka ke bandara-bandara Israel.
Buktinya, jangankan serangan roket masif, sebiji saja roket M75 Hamas jatuh di area Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, telah menimbulkan kegemparan di negara itu. Selasa (22/7) lalu, Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA) mengatakan, pihaknya ‘sangat menganjurkan’ maskapai- maskapai penerbangan menahan penerbangan dari dan ke Tel Aviv.
”Semua operator (penerbangan) agar menghindari Tel Aviv sampai ada pemberitahuan lebih lanjut,” bunyi peringatan Badan Keselamatan Penerbangan Eropa, seperti dikutip Reuters. Sebelumnya, organisasi sejenis di AS, Administrasi Penerbangan Federal (FAA)mengeluarkan larangan yang sama.
Tentu saja, jika kondisi utu berlarut-larut, Israel akan menemui persoalan serius. Hal itu bahkan telah diingatkan mantan Kepala Dinas Intelijen, Shin Bet, Avi Dichter. “Kemampuan roket Hamas sangat mengkhawatirkan. Sebuah roket sekali sepekan di Bandara Ben Gurion, cukup untuk membuat Israel jatuh, ” kata Dichter kepada Ynet, Rabu (23/7) lalu.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang kuatir dengan kemungkinan lumpuhnya Bandara Ben Gurion itu telah mengimbau Menteri Luar Negeri AS, John Kerry. VOA menulis, Netanyahu disebut-sebut meminta FAA segera mencabut larangan terbang ke Tel Aviv tersebut.
Namun, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Jennifer Psaki, justru mengatakan, larangan terbang ke Tel Aviv itu semata-mata untuk menjamin keselamatan penumpang sipil.
Israel layak untuk terus memelihara kekuatiran mereka. Kini, Hamas tampaknya telah menyadari efektifnya serangan roket ke bandara-bandara Israel itu. Artinya, bukan tidak mungkin, ke depan cara itu akan digunakan lebih masif lagi.
"Ini sukses Hamas menutup udara Israel dari penerbangan sipil," ujar juru Bicara Hamas, Sami Abu Zuhi.
Bicara logistik roket, tampaknya Hamas tak punya persoalan berarti dalam soal pasokan. Selain M75, Hamas pun memiliki roket M-302 yang punya daya jelajah jauh ke dalam wilayah Israel. Isarel selama ini menuding, Hamas memiliki roket itu dari Suriah dan Iran.
Tentang M-302, IB Times pada Kamis (10/7) melansir artikel bahwa roket M-302 pertama kali dikembangkan militer Suriah. Namun, sudah lama roket jenis itu jadi mainan kelompok Hizbullah di Libanon dan Hamas, selain pasukan loyalis Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
M-302 telah lama membuat Israel repot. Para pejuang Hamas beberapa kali menembakkan roket tersebut ke wilayah pesisir Hadera, sekitar 30 km dari Tel Aviv, atau 70 km dari Jalur Gaza. Jangkauan roket itu memang menjanjikan.
Apalagi, tak tergantung pasokan roket jadi, analis militer Patrick Megahan meyakini, para pejuang Hamas saat ini telah mampu berswasembada roket.
”Hamas mampu memproduksi rudal secara mandiri,” kata Megahan, kepada NBC. (*inl)
Buktinya, jangankan serangan roket masif, sebiji saja roket M75 Hamas jatuh di area Bandara Ben Gurion, Tel Aviv, telah menimbulkan kegemparan di negara itu. Selasa (22/7) lalu, Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA) mengatakan, pihaknya ‘sangat menganjurkan’ maskapai- maskapai penerbangan menahan penerbangan dari dan ke Tel Aviv.
”Semua operator (penerbangan) agar menghindari Tel Aviv sampai ada pemberitahuan lebih lanjut,” bunyi peringatan Badan Keselamatan Penerbangan Eropa, seperti dikutip Reuters. Sebelumnya, organisasi sejenis di AS, Administrasi Penerbangan Federal (FAA)mengeluarkan larangan yang sama.
Tentu saja, jika kondisi utu berlarut-larut, Israel akan menemui persoalan serius. Hal itu bahkan telah diingatkan mantan Kepala Dinas Intelijen, Shin Bet, Avi Dichter. “Kemampuan roket Hamas sangat mengkhawatirkan. Sebuah roket sekali sepekan di Bandara Ben Gurion, cukup untuk membuat Israel jatuh, ” kata Dichter kepada Ynet, Rabu (23/7) lalu.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang kuatir dengan kemungkinan lumpuhnya Bandara Ben Gurion itu telah mengimbau Menteri Luar Negeri AS, John Kerry. VOA menulis, Netanyahu disebut-sebut meminta FAA segera mencabut larangan terbang ke Tel Aviv tersebut.
Namun, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Jennifer Psaki, justru mengatakan, larangan terbang ke Tel Aviv itu semata-mata untuk menjamin keselamatan penumpang sipil.
Israel layak untuk terus memelihara kekuatiran mereka. Kini, Hamas tampaknya telah menyadari efektifnya serangan roket ke bandara-bandara Israel itu. Artinya, bukan tidak mungkin, ke depan cara itu akan digunakan lebih masif lagi.
"Ini sukses Hamas menutup udara Israel dari penerbangan sipil," ujar juru Bicara Hamas, Sami Abu Zuhi.
Bicara logistik roket, tampaknya Hamas tak punya persoalan berarti dalam soal pasokan. Selain M75, Hamas pun memiliki roket M-302 yang punya daya jelajah jauh ke dalam wilayah Israel. Isarel selama ini menuding, Hamas memiliki roket itu dari Suriah dan Iran.
Tentang M-302, IB Times pada Kamis (10/7) melansir artikel bahwa roket M-302 pertama kali dikembangkan militer Suriah. Namun, sudah lama roket jenis itu jadi mainan kelompok Hizbullah di Libanon dan Hamas, selain pasukan loyalis Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
M-302 telah lama membuat Israel repot. Para pejuang Hamas beberapa kali menembakkan roket tersebut ke wilayah pesisir Hadera, sekitar 30 km dari Tel Aviv, atau 70 km dari Jalur Gaza. Jangkauan roket itu memang menjanjikan.
Apalagi, tak tergantung pasokan roket jadi, analis militer Patrick Megahan meyakini, para pejuang Hamas saat ini telah mampu berswasembada roket.
”Hamas mampu memproduksi rudal secara mandiri,” kata Megahan, kepada NBC. (*inl)